BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Layanan bimbingan dan konseling
merupakan layanan yang diperuntukkan untuk semua individu (baik yang mempunyai
masalah maupun tidak) yang sedang berkembang. Pada dasarnya layanan bimbingan
dan konseling bertujuan untuk mengenal, memahami dirinya dan mengembangkan
potensi yang ada dan pada akhirnya dapat mengaktualisasikan dirinya secara
utuh.
Selama ini masih berkembang bahwa
layanan bimbingan dan konseling hanya diperuntukkan pada individu yang sedang
mempunyai masalah, sehingga citra (image) seorang konselor adalah tempat
mengadunya individu yang bermasalah saja. Dan, jika konselor di sekolah
sebutannya adalah “polisi sekolah”, padahal tugas dan wewenang konselor di
sekolah bukan hanya mengurusi secara administrasi saja melainkan segala aspek
dan seharusnya konselor dapat menangani. Pertanyaan berikut, jika konselor di
sekolah hanya diperuntukkan untuk individu bermasalah, bagaimana individu yang
sedang berkembang, apakah tidak membutuhkan bantuan atau bimbingan dari seorang
konselor?.
Untuk menjawab tantangan tersebut,
maka para ahli dalam bidang bimbingan dan konseling telah mengusahakan agar
tugas dan wewenang konselor dapat dirasakan dan dinikmati oleh banyak orang
bukan hanya orang yang membutuhkan saja. Organisasi bimbingan dan konseling di
Indonesia yaitu ABKIN telah mencoba untuk menjawab hal tersebut. Sehingga
eksistensi seorang konselor dapat dilihat dan disejajarkan dengan
profesi-profesi pada bidang yang lain.
Pada masa sekarang bidang bimbingan
dan konseling sudah mulai berkembang baik dari mulai memahami konsep bimbingan
dan konseling, materi layanan yang akan diberikan, subyek layanan yang masih
menjadi wewenang seorang konselor, strategi bimbingan dan konseling, kompetensi
seorang konselor berdasarkan pada Standar Kompetensi Konselor Indonesia (SKKI)
yang dibuat oleh ABKIN, dan evaluasi dari program bimbingan dan konseling
maupun evaluasi untuk seorang konselor. Pada makalah ini kelompok kami mencoba
untuk membahas strategi layanan bimbingan dan konseling tentang Layanan Responsif.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di
atas, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:
1.
Apa dan Bagaimanakah strategi layanan bimbingan dan konseling pada layanan
responsif?”
2.
Sejauh mana pengaruh strategi bimbingan dan konseling terhadap proses
bimbingan?
3.
Faktor apa saja yang mempengaruhi proses bimbingan dan konseling?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PELAYANAN RESPONSIF
1. Pengertian
Pelayanan responsif merupakan
pemberian bantuan kepada konseli yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang
memerlukan pertolongan dengan segera.
1.2 Tujuan
Tujuan pelayanan responsif adalah
membantu konseli agar dapat memenuhi kebutuhannya dan memecahkan masalah yang
dialaminya atau membantu konseli yang mengalami hambatan, kegagalan dalam
mencapai tugas-tugas perkembangannya. Tujuan pelayanan ini dapat juga
dikemukakan sebagai upaya untuk mengintervensi masalah-masalah atau kepedulian
pribadi konseli yang muncul segera dan dirasakan saat itu, berkenaan dengan
masalah sosial-pribadi, karir, dan atau masalah pengembangan pendidikan.
1.3 Fokus Pengembangan
Fokus pelayanan responsif bergantung
kepada masalah atau kebutuhan konseli. Masalah dan kebutuhan konseli berkaitan
dengan keinginan untuk memahami sesuatu hal karena dipandang penting bagi
perkembangan dirinya secara positif. Kebutuhan ini seperti kebutuhan untuk
memperoleh informasi antara lain tentang pilihan karir dan program studi,
sumber-sumber belajar, bahaya obat terlarang, minuman keras, narkotika,
pergaulan bebas.
Masalah lainnya adalah yang
berkaitan dengan berbagai hal yang dirasakan mengganggu kenyamanan hidup atau
menghambat perkembangan diri konseli, karena tidak terpenuhi kebutuhannya, atau
gagal dalam mencapai tugas-tugas perkembangan. Masalah konseli pada umumnya
tidak mudah diketahui secara langsung tetapi dapat dipahami melalui
gejala-gejala perilaku yang ditampilkannya.
Masalah (gejala perilaku bermasalah)
yang mungkin dialami konseli diantaranya:
(1) merasa cemas
tentang masa depan,
(2) merasa
rendah diri,
(3) berperilaku
impulsif (kekanak-kanakan atau melakukan sesuatu tanpa mempertimbangkan-nya
secara matang),
(4) membolos
dari Sekolah/Madrasah,
(5) malas
belajar,
(6) kurang
memiliki kebiasaan belajar yang positif,
(7) kurang bisa
bergaul,
(8) prestasi
belajar rendah,
(9) malas
beribadah,
(10)
masalah pergaulan bebas (free sex),
(11)
masalah tawuran,
(12)
manajemen stress, dan
(13)
masalah dalam keluarga.
Untuk memahami kebutuhan dan masalah
konseli dapat ditempuh dengan cara asesmen dan analisis perkembangan konseli,
dengan menggunakan berbagai teknik, misalnya inventori tugas-tugas perkembangan
(ITP), angket konseli, wawancara, observasi,sosiometri, daftar hadir konseli,
leger, psikotes dan daftar masalah konseli atau alat ungkap masalah (AUM).
2. STRATEGI PELAYANAN
a.
Konseling Individual dan
Kelompok
Pemberian pelayanan konseling ini
ditujukan untuk membantu peserta didik yang mengalami kesulitan, mengalami hambatan
dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Melalui konseling, peserta didik
(konseli) dibantu untuk mengidentifikasi masalah, penyebab masalah, penemuan
alternatif pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan secara lebih tepat.
Konseling ini dapat dilakukan secara individual maupun kelompok.
b.
Referal (rujukan atau alih
tangan)
Apabila konselor merasa kurang
memiliki kemampuan untuk menangani masalah konseli, maka sebaiknya dia
mereferal atau mengalihtangankan konseli kepada pihak lain yang lebih berwenang,
seperti psikolog, psikiater, dokter, dan kepolisian. Konseli yang sebaiknya
direferal adalah mereka yang memiliki masalah, seperti depresi, tindak
kejahatan (kriminalitas), kecanduan narkoba, dan penyakit kronis.
c.
Kolaborasi dengan Guru atau
Wali Kelas
Konselor berkolaborasi dengan guru
dan wali kelas dalam rangka memperoleh informasi tentang peserta didik (seperti
prestasi belajar, kehadiran, dan pribadinya), membantu memecahkan masalah
peserta didik, dan mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan yang dapat dilakukan
oleh guru mata pelajaran. Aspek-aspek itu di antaranya :
o
menciptakan iklim sosio-emosional kelas yang kondusif
bagi belajar peserta didik; (2) memahami karakteristik peserta didik yang unik
dan beragam;
o
menandai peserta didik yang diduga bermasalah;
o membantu
peserta didik yang mengalami kesulitan belajar melalui program remedial
teaching;
o
mereferal (mengalihtangankan) peserta didik yang
memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing;
o
memberikan informasi yang up to date tentang
kaitan mata pelajaran dengan bidang kerja yang diminati peserta didik;
o
memahami perkembangan dunia industri atau perusahaan,
sehingga dapat memberikan informasi yang luas kepada peserta didik tentang
dunia kerja (tuntutan keahlian kerja, suasana kerja, persyaratan kerja, dan
prospek kerja);
o
menampilkan pribadi yang matang, baik dalam aspek
emosional, sosial, maupun moral-spiritual (hal ini penting, karena guru
merupakan “figur central” bagi peserta didik); dan
o
memberikan informasi tentang cara-cara mempelajari
mata pelajaran yang diberikannya secara efektif.
d.
Kolaborasi dengan Orang tua
Konselor perlu melakukan kerjasama
dengan para orang tua peserta didik. Kerjasama ini penting agar proses
bimbingan terhadap peserta didik tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah,
tetapi juga oleh orang tua di rumah. Melalui kerjasama ini memungkinkan
terjadinya saling memberikan informasi, pengertian, dan tukar pikiran antar
konselor dan orang tua dalam upaya mengembangkan potensi peserta didik atau memecahkan
masalah yang mungkin dihadapi peserta didik. Untuk melakukan kerjasama dengan
orang tua ini, dapat dilakukan beberapa upaya, seperti:
o
kepala Sekolah/Madrasah atau komite Sekolah/Madrasah
mengundang para orang tua untuk datang ke Sekolah/Madrasah (minimal satu
semester satu kali), yang pelaksanaannya dapat bersamaan dengan pembagian
rapor,
o
Sekolah/Madrasah memberikan informasi kepada orang tua
(melalui surat) tentang kemajuan belajar atau masalah peserta didik, dan
o
orang tua diminta untuk melaporkan keadaan anaknya di
rumah ke Sekolah/Madrasah, terutama menyangkut kegiatan belajar dan perilaku
sehari-harinya.
e.
Kolaborasi dengan pihak –
pihak terkait
Kolaborasi dengan pihak-pihak
terkait di luar Sekolah/Madrasah ; Yaitu berkaitan dengan upaya Sekolah/Madrasah
untuk menjalin kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat yang dipandang relevan
dengan peningkatan mutu pelayanan bimbingan. Jalinan kerjasama ini seperti
dengan pihak-pihak (1) instansi pemerintah, (2) instansi swasta, (3) organisasi
profesi, seperti ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia), (4) para
ahli dalam bidang tertentu yang terkait, seperti psikolog, psikiater, dan
dokter, (5) MGP (Musyawarah Guru Pembimbing),
f.
Konsultasi
Konselor menerima pelayanan
konsultasi bagi guru, orang tua, atau pihak pimpinan Sekolah/Madrasah yang
terkait dengan upaya membangun kesamaan persepsi dalam memberikan bimbingan
kepada para peserta didik, menciptakan lingkungan Sekolah/Madrasah yang
kondusif bagi perkembangan peserta didik, melakukan referal, dan meningkatkan
kualitas program bimbingan dan konseling.
g.
Bimbingan Teman Sebaya (Peer
Guidance/Peer Facilitation)
Bimbingan teman sebaya ini adalah
bimbingan yang dilakukan oleh peserta didik terhadap peserta didik yang
lainnya. Peserta didik yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan
atau pembinaan oleh konselor. Peserta didik yang menjadi pembimbing berfungsi
sebagai mentor atau tutor yang membantu peserta didik lain dalam memecahkan
masalah yang dihadapinya, baik akademik maupun non-akademik. Di samping itu dia
juga berfungsi sebagai mediator yang membantu konselor dengan cara memberikan
informasi tentang kondisi, perkembangan, atau masalah peserta didik yang perlu
mendapat pelayanan bantuan bimbingan atau konseling.
h.
Konferensi Kasus
Yaitu kegiatan untuk membahas
permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak
yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya
permasalahan peserta didik itu. Pertemuan konferensi kasus ini bersifat
terbatas dan tertutup.
i.
Kunjungan Rumah
Yaitu kegiatan untuk memperoleh data
atau keterangan tentang peserta didik tertentu yang sedang ditangani, dalam
upaya menggentaskan masalahnya, melalui kunjungan ke rumahnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, bahwa
layanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada konseli yang menghadapi
kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera. Dan bertujuan
untuk membantu konseli agar dapat memenuhi kebutuhannya dan memecahkan masalah
yang dialaminya atau membantu konseli yang mengalami hambatan, kegagalan dalam
mencapai tugas-tugas perkembangannya. Strategi layanannya, diantaranya sebagai
berikut:
- Konseling individual dan kelompok
- Referal
- Kolabirasi dengan guru atau wali kelas
- Kolaborasi dengan orang tua
- Kolaborasi dengan pihak – pihak terkait
- Konsultasi
- Bimbingan teman sebaya
- Konferensi kasus
- Kunjungan rumah
DAFTAR PUSTAKA
Juntika, A. & Sudianto, A. (2005). Manajemen Bimbingan dan Konseling
di SMP. Jakarta: Grasindo.
Yusuf, Syamsu LN, dan Juntika, A. (2005). Landasan Bimbingan dan
Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar