HADITS TENTANG
ZAKAT MAL DAN ZAKAT FITRAH
Hadits Tentang Zakat Mal
حَدَّثَنَا مُحَمَّد اَخْبَرَنَا عَبْدُ اللهِ خَبَرَنَا زرباء بنِ اِسحَاق عَنِ بْنِ عَبْدُ اللهِ بْنِ صَيْفِ عَنْ اَبِى مَوْلَى بْنِ عَبَّاسْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا : قَالَ رَسُوْل اللهِ صَامَ لِمُعَادِ بْنِ جَبَلَ حِيْنَ بَعْثَهُ اِلَى الْيَمَنِ : اِنَّكَ مَتَأْتِى قَوْمًا اَهْلَ كِتَابٍ فَاءِذَ جِئْنَهُمْ فَادْعُهُمْ. إلَى اَنْ يَشْهَدُوْ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ فَإِنْ هُمْ اَطَاعُوْ اللهَ بِذلِكَ فَأُخْبِرْهُمْ. اَنَّ اللهَ قَدْ فِرَنِى عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَدُ مِنْ اَغْنِيَائِهِمْ فَتُرِدُ عَلَى فُقَرَائِهِمْ فَإِنْ هُمْ اَطَاعُوْ لَكَ بِذَالِكَ فَاَيَّكَ وَكْرَثِمِ الْمُوَالِهِمْ وَابودعوه الظُّلُوْمِ فَإِنَّهُ لَبُسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ (رواه البخارى) "باب حد الصدقة من اعنياء وحوف الفقراء)
Artinya:
Dari Muhammad dari Abdullah...............berkata Rasullulah SAW kepada Muazd bin Hambal dia diutus ke Yaman: Sesungguhnya kamu datang pada suatu kaum ahli kitab maka ketika kamu telah datang pada mereka serulah mereka pada persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Apabila mereka menaatinya maka beritahukanlah bahwa Allah mewajibkan shalat lima waktu setiap hari dan malam. Apabila mereka menaatinya maka beri tahukanlah bahwa Allah mewajibkan kepada mereka sedekah dalam harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya diantara mereka lalu diberikan kepada orang miskin mereka.Apabila mereka menaatimu dalam hal itu maka hendaklah engkau berhati-hati harta terbaik mereka dan waspadalah terhadap do’adalah orang-orang yang teraniaya karena tidak ada penghalang dengan Allah.
Arti kosa kata:
Mewajibkan : اوجب :فرض
Diberikan : تعطى
Orang-orang yang teraniaya : المظلوم
Diambil : يؤخد
Tahrij Hadits:
Hadits di samping diriwayatkan oleh Bukhari bab zakat juga diriwayatkan oleh perowi lainnya:
1. Imam Muslim dalam Shohih Muslim bab Iman No. Hadits 26 dan 31.
2. An-Nasa’i dalam Sunan Nasa’i bab zakat.
3. Ad-Darimi dalam Sunan Darimi bab zakat.
Adapun hadits lain yang menjelaskan tentang zakat mal adalah:
حدثنا قعيبة بن معيد الثقثىُّ، حدثنا اليث عن عقيل، عن الزهرى اخبرنى عبد الله بن عبد الله بن عتبة عن ابى هريرة قال : (لما توفيى رسول الله صام. واستخلف ابو بكر بعده وكفر من كفر من العرب قال عمر بن المخطاب لأبى بكر كيف تقاتل الناس وقد قال رسول الله صام امرت ان اقاتل الناس حتى يقول لا إله الا الله. فمن قال لا إله الا الله عصم مى ماله ونفسه إلا بعقيه وحسابه على الله؟ فقال ابو بكر : والله لا قتلن من فرق بين الصلاة والزكاة، فان الزكاة حق المال والله لومنعى نى عقالا كانو يؤذونه الى رسول الله صام لقاتلثر على منعه فقاثمر بن الخطاب فوالله ما هو الا ان رأيت الله قد شرح صدر ابى بكر للقتال قال فعرفت انه الحق (رواه ابو داودا فى باب وجوب الزكاة الجزء الثانى)
Artinya:
Dari Ubaidillah bin Abdullah Utbah bin Maksud bahwa Abu Hurairah RA berkata ketika Nabi wafat dan Abu Bakar Menggantikan kedudukannya lalu ingkarlah orang yang ingkar diantara bangsa Arab, maka Umar berkata kepadanya: Bagaimana engkau memerangi manusia, sementara Nabi telah bersabda “Aku diperintah untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan La Ilaahaa Illalah (tidak ada Tuhan selain Allah).” Barang siapa mengucapkannya maka terpeliharalah dariku harta dan jiwanya kecuali atas dasar haknya dan perhitungan hasilnya diserahkan kepada Allah.
Dia berkata demi Allah sungguhaku akan memerangi mereka yang memisahkan antara shalat dan zakat. Sesungguhnya zakat adalah hak harta. Demi Allah apabila tidak memberikan kepadaku (zakat) anak kambing yang biasa mereka berikan kepada Nabi, niscaya aku akan memerangi mereka karena tidak memberikannya.
Umar bin Khatab berkata: “Demi Allah, tidaklah melainkan Allah telah melapangkan dada Abu Bakar, maka aku mengetahui dia adalah benar.”
Zakat dalam tinjauan Etimologi (bahasa) berarti: nama (tumbuhan / berkembang)dikatakan “zaka zar’u” apabila tanaman itu bertumbuh. Kata ini dapat digunakan untuk harta dan juga berarti mensucikan.adapun menurut Terminology (syariat) kata “zakat” mencakup ke dua makna tersebut sekaligus menurut makna pertama dalam tinjauan syari’at adalah karena mengeluarkan zakat menjadi tumbuh dan berkembangnya harta atau dengan mengeluarkan harta, pahala menjadi banyak atau karena zakat itu berkaitan dengan harta yang berkembang seperti perdagangan dan pertanian. Maka pertama ini sesuai dalil bahwa “harta tidak berkurang karena sedekah” begitu pula pahala zakat akan dilipat gandakan seperti sabdanya: “Sesungguhnya Allah mengembangkan sedekah” adapun makna ke dua menurut tinjauan syari’at adalah karena zakat membersihkan jiwa dari sifat kikir dan dosa-dosa.
Ibnu al-Arabi berkata “kata zakat juga diartikan dengan sedekah wajib sedekah sunah, nafkah hak dan pemberian maaf.”Adapun zakatmenurut syari’at berarti memberikan sebagian dari nisab yang telah mencapai haul (batas waktu) kepada orang yang fakir atau yang sepertinya selain bani Hasyim dan bani Muthalib. Diantara rukun zakat adalah ikhlas, sedangkan syratnya adalah kepemilikan terhadap harta yang telah mencukupi nisab (ketentuan) serta haul (batas waktu). Adapun syarat bagi orang yang wajib mengeluarkannya adalah berakal, baligh dan merdeka.Zakat memilki konsekuensi hukum yaitu gugur kewajiban di dunia dan dilipatkannya pahala di akhirat.Sedangkan hikmah zakat, yaitu membersihkan diri dari kotoran, mengangkat derajat serta membebaskan orang-orang yang merdeka.
Hadits Tentang Zakat Fitrah
حَدَّثَنَا يَحْيَ بْنِ مُحَمَّدُ بْنُ السَّكَنِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَهْضُمْ حَدَّثَنَا اِسْمَاعِل بْنُ جَعْفَرِ عَنْ عُمَرَ بْنِ نَافِعِ عَنْ اِبِيْهِ عَنْ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ فَرَضَ رَسُوْل اللهِ صَامَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ حَمْرٍ اَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى الْعَبْدِ الْحُرِّ وَالذَّكَرَ وَاْلاُنْثَى وّالصَّغِيْرِ وَالْكَبِيْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَاَمَرَبِهَا اَنْ تُؤَذِّى قَبْلَ خُرُوْجِ النَّاسِ اِلَى الصَّلاَةِ (رواه مُسْلِم فِى باَبِ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَلَى الْمُسْْلِمِيْنَ مِنَ الثَّمْرِ وَالشَّعِيْرِ الجزء)
Terjemah hadits dari Yahya Muhammad Ibnu Sakan dari Muhammad Ibnu Jahdun............dr Ibnu Umar RA, dia berkata: Nabi mewajibkan zakat fitrah satu sha kurma, atau satu sha biji gandum atas budak, orang yang merdeka, laki-laki wanita, anak-anak dan orang tua diantara kaum muslimin. Dan beliau memerintahkana agar (zakat tersebuat) dikeluarkan sebelum manusia keluar untuk shalat (shalat Id atau hari raya).
Arti Kosa Kata:
Mewajibkan : اوجب :فرض
Dibayar tunai : نَدْفَعْ : تُؤَدِّى
Kurma : حَمْرٌ
Gandum : شَعِيْرٌ
Tahrij Hadits
Hadits disamping diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam bab zakat fitri kepada umat Islam dari kurma atau gandum. No. 673 juga diriwayatkan oleh perawi lain yaitu:
1. Imam Bukhari dalam shahih Bukhari bab zakat No. hadits 7 & 71.
2. Imam Abu Daud dalam sunah Abi Daud bab zakat No. Hadits 18 & 20.
3. Imam Nasa’i dan Sunan Nasa’i bab zakat No hadits 30, 32 dan 33.
4. Imam Ibnu Majah bab zakat No hadits 27.
5. Imam Muwatho’ No hadits 52.
Adapun hadits lain yang menjelaskan tentang zakat fitrah:
حَدَّثَنَا مَحْمُوْدُ بْنِ غِيْلاَنِ حَدَّثَنَا وَكِيْعٌ وَعَنْ زَيْدِ بْنِ سَلاَ عَنْ عِيَاضِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَعِيْدِ الْخُدْرِى قَالَ قُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ اِذَا كَانَ نَبِيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صَامَ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ اَوْ صَاعًا مِنْ سَعِيْرٍ اَوْ صَاعًا مِنْ حَمْرٍ اَوْ صَاعًا مِنْ كَلَمِ بِهِ النَّاسِ مِنْ اِنِّى لاَرِى مَدَّيْنَ مِنْ سَمْرَا، الشَّامِ تَعْدِلُ صَاعًا مِنْ حَمْرٍ (رَوَاهُ التُّرْمُذِى فِى باَبِ مَا جَاءَ فِى صَدَقَةِ الْفِطْرِ الجزء الثَّانِى)
Keterangan Hadits
Sedekah (zakat) fitrah ini dinisabkan kepada lafadz “fithr” (fitri) karena ia menjadi wajib saat orang-orang telah menyelesaikan puasa ramadhan.
Ibnu Khutaibah berkata maksud sedekah (zakat) fitrah adalah:
Sedekah (Zakat) jiwa yang diambil dari kata fitrah berarti tabiat dasar penciptaan. Namun pendapat pertama lebih mendasar, dan didukung oleh sabda beliau SAW pada sebagian jalur periwayatan hadits tersebut akan disebutkan (fitrah pada bulan ramadhan).
Ibnu daqiq al-Id berkata: menurut Urf Syar’i (syariat) telah memberi makna tersendiri bagi lafadz tersebut yakni kewajiban. Maka memahami lafadz pada hadits tersebut dengan makna syar’i adalah lebih tepat.Kenyataan bahwa sedekah ini dinamakan juga sebagai zakat.Telah mendukung pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Daqia. Sesuai dengan firman Allah: “Dan keluarkanlah zakat” yang kemudian Nabi menjelaskan ketentuan-ketentuan yang termasuk di dalamnya adalah zakat fitrah.
Tentang zakat fitrah Imam Muslim memberi tambahan dalam riwayatnya dari Malik dari Nafi’. شهر رمضان(Bulan ramadhan) lalu ini dijadikan dalil bahwa berlaku kewajiban ini adalah ketika matahari terbenam di malam hari raya Idul Fitri. Sebab saat itulah orang-orang yang melakukan puasa ramadhan dan kembali makan seperti semula (waktu sebelum ramdhan).Yaitu pendapat Ats-Tsauri, Ahmad, Ishaq, Imam Syafi’i (Dalam madzhabnya yang baru) serta salah satu dari dua pendapat yang dinukilkan dari Imam Malik. Adapula yang mengatakan, waktu berlakunya kewajiban zakat fitrah adalah saat fajar terbit di hari raya Idul Fitri, sebab malam bukan waktu untuk berpuasa, ini adalah pendapat Abu Hanifah, al-Laits, Imam Syafi’i (madzhabnya yang lama) serta pendapat dari Imam Malik al-Masari berkata: perbedaan ini bersumber dari pemahaman sabda Nabi.
الفِطْرِىْ مِنْ رَمَضَانِ
(Zakat fitrah bulan Ramadhan) yakni apakah lafadz “fitri” (kembali makan) yang maksudnya berbuka puasa pada setiap hari di bulan Ramadhan ataukah kembali makan karena berakhirnya bulan Ramadhan. Barang siapa yang berpendapat seperti makna pertama, maka ia mengatakan bahwa kewajiban mengeluarkan itu dimulai sejak matahari terbenam sedangkan yang berpendapat seperti makna kedua, maka ia mengatakan kewajiabannya dimulai saat terbit fajar.
Zakat adalah pemebersih jiwa bagi orang-orang yang berpuasa dan wajib dikeluarkan sebelum orang-orang melakukan shalat Id.
Hikmah memberlakukan zakat ini adalah sebagaimana yang terdapat dalam Sunan Abu Daud
فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَامَ زَكَاةَ الْفِطْرِ ظُهْرَةً للصَّائِمِ مِنَ اللَّّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ
Rasul SAW memfardhukan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari kesia-siaan dan berkata kotor serta memberikan makan fakir miskin Zakat menambal kecacatan puasa. Dan demikianlah seluruh ibadah terkait dengan ibadah lainnya.Zakat fitrah menjadi penyempurna dan pelengkap sesuatu yang kurang.
Hal ini dijelaskan dengan hikmah dan rahasia-rahasia tertentu diantaranya yang berhubungan dengan orang-orang yang berpuasa maka zakat fitrah dapat emnyucikan puasa mereka dari kekurangan dan kecacatan.Zakat fitrah juga merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat kepada hambanya. Zakat fitrah juga berhubungan dengan solidaritas sosial yaitu menutupi kebutuhan orang lain yang membutuhkan pertolongan. Memberikan makan yang kelaparan pada Hari Raya memberikan kegembiraan pada umat Islam.
ZAKAT MAL DAN ZAKAT FITRAH
Hadits Tentang Zakat Mal
حَدَّثَنَا مُحَمَّد اَخْبَرَنَا عَبْدُ اللهِ خَبَرَنَا زرباء بنِ اِسحَاق عَنِ بْنِ عَبْدُ اللهِ بْنِ صَيْفِ عَنْ اَبِى مَوْلَى بْنِ عَبَّاسْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا : قَالَ رَسُوْل اللهِ صَامَ لِمُعَادِ بْنِ جَبَلَ حِيْنَ بَعْثَهُ اِلَى الْيَمَنِ : اِنَّكَ مَتَأْتِى قَوْمًا اَهْلَ كِتَابٍ فَاءِذَ جِئْنَهُمْ فَادْعُهُمْ. إلَى اَنْ يَشْهَدُوْ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ فَإِنْ هُمْ اَطَاعُوْ اللهَ بِذلِكَ فَأُخْبِرْهُمْ. اَنَّ اللهَ قَدْ فِرَنِى عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَدُ مِنْ اَغْنِيَائِهِمْ فَتُرِدُ عَلَى فُقَرَائِهِمْ فَإِنْ هُمْ اَطَاعُوْ لَكَ بِذَالِكَ فَاَيَّكَ وَكْرَثِمِ الْمُوَالِهِمْ وَابودعوه الظُّلُوْمِ فَإِنَّهُ لَبُسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ (رواه البخارى) "باب حد الصدقة من اعنياء وحوف الفقراء)
Artinya:
Dari Muhammad dari Abdullah...............berkata Rasullulah SAW kepada Muazd bin Hambal dia diutus ke Yaman: Sesungguhnya kamu datang pada suatu kaum ahli kitab maka ketika kamu telah datang pada mereka serulah mereka pada persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Apabila mereka menaatinya maka beritahukanlah bahwa Allah mewajibkan shalat lima waktu setiap hari dan malam. Apabila mereka menaatinya maka beri tahukanlah bahwa Allah mewajibkan kepada mereka sedekah dalam harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya diantara mereka lalu diberikan kepada orang miskin mereka.Apabila mereka menaatimu dalam hal itu maka hendaklah engkau berhati-hati harta terbaik mereka dan waspadalah terhadap do’adalah orang-orang yang teraniaya karena tidak ada penghalang dengan Allah.
Arti kosa kata:
Mewajibkan : اوجب :فرض
Diberikan : تعطى
Orang-orang yang teraniaya : المظلوم
Diambil : يؤخد
Tahrij Hadits:
Hadits di samping diriwayatkan oleh Bukhari bab zakat juga diriwayatkan oleh perowi lainnya:
1. Imam Muslim dalam Shohih Muslim bab Iman No. Hadits 26 dan 31.
2. An-Nasa’i dalam Sunan Nasa’i bab zakat.
3. Ad-Darimi dalam Sunan Darimi bab zakat.
Adapun hadits lain yang menjelaskan tentang zakat mal adalah:
حدثنا قعيبة بن معيد الثقثىُّ، حدثنا اليث عن عقيل، عن الزهرى اخبرنى عبد الله بن عبد الله بن عتبة عن ابى هريرة قال : (لما توفيى رسول الله صام. واستخلف ابو بكر بعده وكفر من كفر من العرب قال عمر بن المخطاب لأبى بكر كيف تقاتل الناس وقد قال رسول الله صام امرت ان اقاتل الناس حتى يقول لا إله الا الله. فمن قال لا إله الا الله عصم مى ماله ونفسه إلا بعقيه وحسابه على الله؟ فقال ابو بكر : والله لا قتلن من فرق بين الصلاة والزكاة، فان الزكاة حق المال والله لومنعى نى عقالا كانو يؤذونه الى رسول الله صام لقاتلثر على منعه فقاثمر بن الخطاب فوالله ما هو الا ان رأيت الله قد شرح صدر ابى بكر للقتال قال فعرفت انه الحق (رواه ابو داودا فى باب وجوب الزكاة الجزء الثانى)
Artinya:
Dari Ubaidillah bin Abdullah Utbah bin Maksud bahwa Abu Hurairah RA berkata ketika Nabi wafat dan Abu Bakar Menggantikan kedudukannya lalu ingkarlah orang yang ingkar diantara bangsa Arab, maka Umar berkata kepadanya: Bagaimana engkau memerangi manusia, sementara Nabi telah bersabda “Aku diperintah untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan La Ilaahaa Illalah (tidak ada Tuhan selain Allah).” Barang siapa mengucapkannya maka terpeliharalah dariku harta dan jiwanya kecuali atas dasar haknya dan perhitungan hasilnya diserahkan kepada Allah.
Dia berkata demi Allah sungguhaku akan memerangi mereka yang memisahkan antara shalat dan zakat. Sesungguhnya zakat adalah hak harta. Demi Allah apabila tidak memberikan kepadaku (zakat) anak kambing yang biasa mereka berikan kepada Nabi, niscaya aku akan memerangi mereka karena tidak memberikannya.
Umar bin Khatab berkata: “Demi Allah, tidaklah melainkan Allah telah melapangkan dada Abu Bakar, maka aku mengetahui dia adalah benar.”
Zakat dalam tinjauan Etimologi (bahasa) berarti: nama (tumbuhan / berkembang)dikatakan “zaka zar’u” apabila tanaman itu bertumbuh. Kata ini dapat digunakan untuk harta dan juga berarti mensucikan.adapun menurut Terminology (syariat) kata “zakat” mencakup ke dua makna tersebut sekaligus menurut makna pertama dalam tinjauan syari’at adalah karena mengeluarkan zakat menjadi tumbuh dan berkembangnya harta atau dengan mengeluarkan harta, pahala menjadi banyak atau karena zakat itu berkaitan dengan harta yang berkembang seperti perdagangan dan pertanian. Maka pertama ini sesuai dalil bahwa “harta tidak berkurang karena sedekah” begitu pula pahala zakat akan dilipat gandakan seperti sabdanya: “Sesungguhnya Allah mengembangkan sedekah” adapun makna ke dua menurut tinjauan syari’at adalah karena zakat membersihkan jiwa dari sifat kikir dan dosa-dosa.
Ibnu al-Arabi berkata “kata zakat juga diartikan dengan sedekah wajib sedekah sunah, nafkah hak dan pemberian maaf.”Adapun zakatmenurut syari’at berarti memberikan sebagian dari nisab yang telah mencapai haul (batas waktu) kepada orang yang fakir atau yang sepertinya selain bani Hasyim dan bani Muthalib. Diantara rukun zakat adalah ikhlas, sedangkan syratnya adalah kepemilikan terhadap harta yang telah mencukupi nisab (ketentuan) serta haul (batas waktu). Adapun syarat bagi orang yang wajib mengeluarkannya adalah berakal, baligh dan merdeka.Zakat memilki konsekuensi hukum yaitu gugur kewajiban di dunia dan dilipatkannya pahala di akhirat.Sedangkan hikmah zakat, yaitu membersihkan diri dari kotoran, mengangkat derajat serta membebaskan orang-orang yang merdeka.
Hadits Tentang Zakat Fitrah
حَدَّثَنَا يَحْيَ بْنِ مُحَمَّدُ بْنُ السَّكَنِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَهْضُمْ حَدَّثَنَا اِسْمَاعِل بْنُ جَعْفَرِ عَنْ عُمَرَ بْنِ نَافِعِ عَنْ اِبِيْهِ عَنْ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ فَرَضَ رَسُوْل اللهِ صَامَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ حَمْرٍ اَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى الْعَبْدِ الْحُرِّ وَالذَّكَرَ وَاْلاُنْثَى وّالصَّغِيْرِ وَالْكَبِيْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَاَمَرَبِهَا اَنْ تُؤَذِّى قَبْلَ خُرُوْجِ النَّاسِ اِلَى الصَّلاَةِ (رواه مُسْلِم فِى باَبِ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَلَى الْمُسْْلِمِيْنَ مِنَ الثَّمْرِ وَالشَّعِيْرِ الجزء)
Terjemah hadits dari Yahya Muhammad Ibnu Sakan dari Muhammad Ibnu Jahdun............dr Ibnu Umar RA, dia berkata: Nabi mewajibkan zakat fitrah satu sha kurma, atau satu sha biji gandum atas budak, orang yang merdeka, laki-laki wanita, anak-anak dan orang tua diantara kaum muslimin. Dan beliau memerintahkana agar (zakat tersebuat) dikeluarkan sebelum manusia keluar untuk shalat (shalat Id atau hari raya).
Arti Kosa Kata:
Mewajibkan : اوجب :فرض
Dibayar tunai : نَدْفَعْ : تُؤَدِّى
Kurma : حَمْرٌ
Gandum : شَعِيْرٌ
Tahrij Hadits
Hadits disamping diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam bab zakat fitri kepada umat Islam dari kurma atau gandum. No. 673 juga diriwayatkan oleh perawi lain yaitu:
1. Imam Bukhari dalam shahih Bukhari bab zakat No. hadits 7 & 71.
2. Imam Abu Daud dalam sunah Abi Daud bab zakat No. Hadits 18 & 20.
3. Imam Nasa’i dan Sunan Nasa’i bab zakat No hadits 30, 32 dan 33.
4. Imam Ibnu Majah bab zakat No hadits 27.
5. Imam Muwatho’ No hadits 52.
Adapun hadits lain yang menjelaskan tentang zakat fitrah:
حَدَّثَنَا مَحْمُوْدُ بْنِ غِيْلاَنِ حَدَّثَنَا وَكِيْعٌ وَعَنْ زَيْدِ بْنِ سَلاَ عَنْ عِيَاضِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَعِيْدِ الْخُدْرِى قَالَ قُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ اِذَا كَانَ نَبِيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صَامَ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ اَوْ صَاعًا مِنْ سَعِيْرٍ اَوْ صَاعًا مِنْ حَمْرٍ اَوْ صَاعًا مِنْ كَلَمِ بِهِ النَّاسِ مِنْ اِنِّى لاَرِى مَدَّيْنَ مِنْ سَمْرَا، الشَّامِ تَعْدِلُ صَاعًا مِنْ حَمْرٍ (رَوَاهُ التُّرْمُذِى فِى باَبِ مَا جَاءَ فِى صَدَقَةِ الْفِطْرِ الجزء الثَّانِى)
Keterangan Hadits
Sedekah (zakat) fitrah ini dinisabkan kepada lafadz “fithr” (fitri) karena ia menjadi wajib saat orang-orang telah menyelesaikan puasa ramadhan.
Ibnu Khutaibah berkata maksud sedekah (zakat) fitrah adalah:
Sedekah (Zakat) jiwa yang diambil dari kata fitrah berarti tabiat dasar penciptaan. Namun pendapat pertama lebih mendasar, dan didukung oleh sabda beliau SAW pada sebagian jalur periwayatan hadits tersebut akan disebutkan (fitrah pada bulan ramadhan).
Ibnu daqiq al-Id berkata: menurut Urf Syar’i (syariat) telah memberi makna tersendiri bagi lafadz tersebut yakni kewajiban. Maka memahami lafadz pada hadits tersebut dengan makna syar’i adalah lebih tepat.Kenyataan bahwa sedekah ini dinamakan juga sebagai zakat.Telah mendukung pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Daqia. Sesuai dengan firman Allah: “Dan keluarkanlah zakat” yang kemudian Nabi menjelaskan ketentuan-ketentuan yang termasuk di dalamnya adalah zakat fitrah.
Tentang zakat fitrah Imam Muslim memberi tambahan dalam riwayatnya dari Malik dari Nafi’. شهر رمضان(Bulan ramadhan) lalu ini dijadikan dalil bahwa berlaku kewajiban ini adalah ketika matahari terbenam di malam hari raya Idul Fitri. Sebab saat itulah orang-orang yang melakukan puasa ramadhan dan kembali makan seperti semula (waktu sebelum ramdhan).Yaitu pendapat Ats-Tsauri, Ahmad, Ishaq, Imam Syafi’i (Dalam madzhabnya yang baru) serta salah satu dari dua pendapat yang dinukilkan dari Imam Malik. Adapula yang mengatakan, waktu berlakunya kewajiban zakat fitrah adalah saat fajar terbit di hari raya Idul Fitri, sebab malam bukan waktu untuk berpuasa, ini adalah pendapat Abu Hanifah, al-Laits, Imam Syafi’i (madzhabnya yang lama) serta pendapat dari Imam Malik al-Masari berkata: perbedaan ini bersumber dari pemahaman sabda Nabi.
الفِطْرِىْ مِنْ رَمَضَانِ
(Zakat fitrah bulan Ramadhan) yakni apakah lafadz “fitri” (kembali makan) yang maksudnya berbuka puasa pada setiap hari di bulan Ramadhan ataukah kembali makan karena berakhirnya bulan Ramadhan. Barang siapa yang berpendapat seperti makna pertama, maka ia mengatakan bahwa kewajiban mengeluarkan itu dimulai sejak matahari terbenam sedangkan yang berpendapat seperti makna kedua, maka ia mengatakan kewajiabannya dimulai saat terbit fajar.
Zakat adalah pemebersih jiwa bagi orang-orang yang berpuasa dan wajib dikeluarkan sebelum orang-orang melakukan shalat Id.
Hikmah memberlakukan zakat ini adalah sebagaimana yang terdapat dalam Sunan Abu Daud
فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَامَ زَكَاةَ الْفِطْرِ ظُهْرَةً للصَّائِمِ مِنَ اللَّّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ
Rasul SAW memfardhukan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari kesia-siaan dan berkata kotor serta memberikan makan fakir miskin Zakat menambal kecacatan puasa. Dan demikianlah seluruh ibadah terkait dengan ibadah lainnya.Zakat fitrah menjadi penyempurna dan pelengkap sesuatu yang kurang.
Hal ini dijelaskan dengan hikmah dan rahasia-rahasia tertentu diantaranya yang berhubungan dengan orang-orang yang berpuasa maka zakat fitrah dapat emnyucikan puasa mereka dari kekurangan dan kecacatan.Zakat fitrah juga merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat kepada hambanya. Zakat fitrah juga berhubungan dengan solidaritas sosial yaitu menutupi kebutuhan orang lain yang membutuhkan pertolongan. Memberikan makan yang kelaparan pada Hari Raya memberikan kegembiraan pada umat Islam.
Kategori: Fiqh dan Muamalah
5
Komentar // 7 Juli 2012
Telah diulas bahwa zakat hewan ternak dikeluarkan dengan
hewan ternak pula.Zakat hasil pertanian dikeluarkan 10% atau 5% dari hasil
panen. Begitu pula dengan zakat emas dan perak dikeluarkan 2,5% dari keduanya.
Apakah kita harus mengeluarkan zakat sesuai dengan yang sudah ditentukan
ini?Ataukah zakat boleh saja dikeluarkan dengan sesuatu yang senilai (qimah),
misalnya uang?Qimah adalah sesuatu yang senilai dengan kewajiban zakat, bisa jadi disetarakan dengan uang, makanan atau pakaian.
Untuk pembahasan bolehkah zakat fithri ditunaikan dengan qimah, maka kita harus meninjau dari sisi zakat harta (emas, perak, mata uang, barang dagangan, hasil pertanian, hewan ternak, harta karun) dan zakat fithri.
Tinjauan pertama: Zakat harta
Ada dua pendapat dalam masalah ini.
Pendapat pertama: Tidak boleh, tetap harus dikeluarkan sesuai dengan bentuk yang ditetapkan dalam dalil.
Demikian pendapat Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan Daud Azh Zhohiri.Alasannya karena ketentuannya telah demikian.
Yang dijadikan dalil oleh pendapat pertama ini adalah hadits-hadits berikut ini.
Abu Bakr Ash Shiddiq menyebutkan jumlah zakat sesuai yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan,
فَإِذَا بَلَغَتْ
خَمْسًا وَعِشْرِينَ فَفِيهَا بِنْتُ مَخَاضٍ إِلَى أَنْ تَبْلُغَ خَمْسًا
وَثَلاَثِينَ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهَا بِنْتُ مَخَاضٍ فَابْنُ لَبُونٍ
“Jika unta telah mencapai 25-35 ekor, maka ada
kewajiban zakat dengan 1 bintu makhodh (unta betina umur 1 tahun).Jika tidak
ada bintu makhodh, maka boleh dengan 1 ibnu labun (unta jantan umur 2 tahun).”[1] Jika boleh diganti dengan yang lain yang senilai semacam uang,
tentu akan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam jelaskan.Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata,
فَرَضَ رَسُولُ
اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ
صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan
zakat fithri berupa satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum …”[2] Dalam hadits ini juga tidak disebutkan qimah (sesuatu yang
senilai dengan kewajiban zakat fithri tadi) semisal uang. Padahal jika ada
hajat hal tersebut pasti dijelaskan.Namun tetap dibatasi hanya pada makanan
pokok seperti kurma dan gandum.Pendapat kedua: Boleh dikeluarkan dengan yang senilai, misalnya dengan uang dan pakaian.
Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah, Ats Tsauri, pendapat Imam Bukhari, salah satu pendapat dalam madzhab Syafi’i dan salah satu pendapat Imam Ahmad.
Di antara dalil yang digunakan:
Anas radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu pernah menulis surat kepadanya (tentang aturan zakat) sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam, yaitu,
مَنْ بَلَغَتْ
عِنْدَهُ مِنْ الْإِبِلِ صَدَقَةُ الْجَذَعَةِ وَلَيْسَتْ عِنْدَهُ جَذَعَةٌ
وَعِنْدَهُ حِقَّةٌ فَإِنَّهَا تُقْبَلُ مِنْهُ الْحِقَّةُ وَيَجْعَلُ مَعَهَا
شَاتَيْنِ إِنْ اسْتَيْسَرَتَا لَهُ أَوْ عِشْرِينَ دِرْهَمًا وَمَنْ بَلَغَتْ
عِنْدَهُ صَدَقَةُ الْحِقَّةِ وَلَيْسَتْ عِنْدَهُ الْحِقَّةُ وَعِنْدَهُ
الْجَذَعَةُ فَإِنَّهَا تُقْبَلُ مِنْهُ الْجَذَعَةُ وَيُعْطِيهِ الْمُصَدِّقُ
عِشْرِينَ دِرْهَمًا أَوْ شَاتَيْنِ وَمَنْ بَلَغَتْ عِنْدَهُ صَدَقَةُ الْحِقَّةِ
وَلَيْسَتْ عِنْدَهُ إِلَّا بِنْتُ لَبُونٍ فَإِنَّهَا تُقْبَلُ مِنْهُ بِنْتُ
لَبُونٍ وَيُعْطِي شَاتَيْنِ أَوْ عِشْرِينَ دِرْهَمًا وَمَنْ بَلَغَتْ صَدَقَتُهُ
بِنْتَ لَبُونٍ وَعِنْدَهُ حِقَّةٌ فَإِنَّهَا تُقْبَلُ مِنْهُ الْحِقَّةُ
وَيُعْطِيهِ الْمُصَدِّقُ عِشْرِينَ دِرْهَمًا أَوْ شَاتَيْنِ وَمَنْ بَلَغَتْ
صَدَقَتُهُ بِنْتَ لَبُونٍ وَلَيْسَتْ عِنْدَهُ وَعِنْدَهُ بِنْتُ مَخَاضٍ
فَإِنَّهَا تُقْبَلُ مِنْهُ بِنْتُ مَخَاضٍ وَيُعْطِي مَعَهَا عِشْرِينَ دِرْهَمًا
أَوْ شَاتَيْنِ
“Barangsiapa yang memiliki unta dan terkena kewajiban zakat
jadza’ah (unta betina berumur 4 tahun) sedangkan dia tidak memiliki jadza’ah
dan yang dia miliki hanya hiqqoh (unta betina berumur 3 tahun); maka dibolehkan
dia mengeluarkan hiqqah sebagai zakat, namun dia harus menyerahkan pula
bersamanya dua ekor kambing atau dua puluh dirham. Dan barangsiapa yang telah terkena kewajiban zakat hiqqoh
sedangkan dia tidak memiliki hiqqoh namun dia memiliki jadza’ah; maka diterima
zakat darinya berupa jadza’ah dan dia diberi dua
puluh dirham atau dua ekor kambing.Dan
barangsiapa telah terkena kewajiban zakat hiqqoh namun dia tidak memilikinya
kecuali bintu labun (unta berumur 2 tahun); maka diterima zakat darinya berupa
bintu labun, namun dia wajib menyerahkan bersamanya dua ekor kambing atau dua puluh dirham.Dan barangsiapa telah sampai kepadanya kewajiban zakat bintu labun
dan dia hanya memiliki hiqqoh; maka diterima zakat darinya berupa hiqqah dan
dia menerima dua puluh dirham atau
dua ekor kambing. Dan barangsiapa yang telah
terkena kewajiban zakat bintu labun sedangkan dia tidak memilikinya kecuali
bintu makhod (unta betina berumur 1 tahun); maka diterima zakat darinya berupa
bintu makhod, namun dia wajib menyerahkan bersamanya dua puluh dirham atau dua ekor kambing.“[3]Hadits di atas menunjukkan diperbolehkannya membayar zakat yang diwajibkan dengan sesuatu yang senilai dengannya.
Mu’adz radhiyallahu ‘anhu pernah berkata kepada penduduk Yaman,
ائْتُونِى بِعَرْضٍ
ثِيَابٍ خَمِيصٍ أَوْ لَبِيسٍ فِى الصَّدَقَةِ ، مَكَانَ الشَّعِيرِ وَالذُّرَةِ
أَهْوَنُ عَلَيْكُمْ ، وَخَيْرٌ لأَصْحَابِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم –
بِالْمَدِينَةِ
“Berikanlah kepadaku barang berupa pakaian pakaian atau
baju lainnya sebagai ganti gandum dan jagung dalam zakat. Hal itu lebih mudah
bagi kalian dan lebih baik/ bermanfaat bagi para shahabat Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam di Madinah.”[4]
Hadits ini menunjukkan bahwa Mu’adz menarik zakat dengan sesuatu yang senilai,
bukan dengan gandum sesuai ketetapan.Pendapat rojih (terkuat)
Yang lebih tepat dalam masalah ini adalah menggabungkan di antara dalil-dalil dari kedua kubu di atas.Pada asalnya, zakat harus dibayarkan sesuai dengan jenis yang disebutkan dalam dalil.Namun jika terpaksa atau karena adanya kebutuhan dan pertimbangan maslahat, maka diperbolehkan membayarkan zakat dengan nilainya (uang atau yang lainnya).Demikian yang jadi pendapat pilihan Ibnu Taimiyah dalam fatawanya.
Ibnu Taimiyah rahimahullah ditanya, “Bagaimana dengan hukum orang yang mengeluarkan zakat dengan qimah (sesuatu yang senilai dengan kewajiban zakat semisal uang)? Karena jika dikeluarkan dengan qimahakan lebih bermanfaat untuk orang miskin. Seperti itu boleh ataukah tidak?”
Ibnu Taimiyah menjawab, “Mengeluarkan zakat dengan qimah dalam zakat, kafaroh dan semacamnya, maka telah ma’ruf dalam madzhab Malik dan Syafi’i akan tidak bolehnya.Sedangkan Imam Abu Hanifah membolehkan.Adapun Imam Ahmad rahimahullah dalam salah satu pendapat melarang mengeluarkan zakat dengan qimah. Namun di kesempatan lain Imam Ahmad membolehkannya. Ada sebagian ulama Hambali mengeluarkan perkataan tegas dari Imam Ahmad dalam masalah ini dan ada yang menjadikannya menjadi dua pendapat.
Pendapat terkuat dalam masalah ini: mengeluarkan zakat dengan qimah (nilai) tanpa ada kebutuhan dan maslahat yang lebih besar jelas terlarang. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menetapkan zakat dengan dua unta atau 20 dirham, dst dan beliau tidak beralih pada uang seharga barang-barang tadi. Karena jika kita nyatakan boleh secara mutlak pengeluaran zakat dengan uang senilai, maka nanti si pemberi zakat akan mengeluarkan dari yang jelek dan akan memudhorotkan si penerima zakat dalam perhitungan. Karena zakat dibangun atas dasar ingin menyenangkan orang yang butuh.Kita dapat melihat hal ini dari besarnya zakat yang dikeluarkan dan jenis zakat tersebut.
Adapun mengeluarkan zakat jika terdapat hajat (kebutuhan), maslahat dan keadilan, maka boleh saja dikeluarkan dengan qimah (sesuatu yang senilai).Semisal seseorang menjual kebunnya atau tanamannya dan memperoleh uang dirham. Lalu ia keluarkan zakat hasil pertanian dengan dirham tadi, ini boleh. Ia tidak perlu bersusah payah membeli buah atau gandum sebagai zakatnya. Karena seperti ini pun telah sama-sama menyenangkan si miskin. Bahkan ada nash dari Imam Ahmad akan bolehnya hal ini.
Contohnya lagi, bagi yang memiliki lima ekor unta, maka ia punya kewajiban berzakat dengan seekor kambing. Namun sayangnya, kala itu tidak ada seorang pun yang mau menjualkan seekor kambing untuknya. Akhirnya, ia mengeluarkan zakat dengan sesuatu yang senilai (qimah). Jadi ia tidak perlu bersusah payah bersafar ke kota lain untuk membeli kambing.
Atau contoh lain, seseorang yang berhak menerima zakat (semisal fakir miskin) meminta agar diberikan sesuatu yang senilai dengan harta zakat, lalu mereka diberi seperti itu atau ini dirasa lebih bermanfaat bagi orang miskin, maka itu boleh. Sebagaimana dinukil dari Mu’adz bin Jabal bahwa ia berkata pada penduduk Yaman, “Berikan padaku pakaian atau baju yang mudah dan baik menurut kalian yang nanti akan diserahkan pada orang Muhajirin dan Anshor di Madinah.” Ada yang mengatakan riwayat tadi membicarakan masalah zakat dan ada yang mengatakan pada masalah jizyah (upeti).”Demikian perkataan Ibnu Taimiyah.[5]
Dari penjelasan Ibnu Taimiyah ini bukan berarti kita bermudah-mudahan mengeluarkan zakat dengan sesuatu yang senilai semisal dengan uang.Namun tetap asalnya zakat dikeluarkan sesuai yang disebutkan dalam dalil.Kalau diperintahkan dikeluarkan dengan satu ekor kambing, maka demikian penunaiannya, dan seterusnya.Tidak boleh beralih ke sesuatu yang senilai (qimah) kecuali jika dalam keadaan darurat, hajat (dibutuhkan), atau ada maslahat yang jadi pertimbangan.[6]
Tinjauan kedua: Zakat Fithri (Zakat Fitrah)
Jika zakat harta yang kita bahas di atas boleh ditunaikan dengan uang atau yang senilai dengannya, berbeda halnya dengan zakat fithri.Zakat fithri harus tetap dengan makanan pokok dan tidak bisa diganti uang. Ada beberapa alasan dalam hal Ini:
1. Para sahabat mengkonversikan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum dengan setengah sho’ burr (sejenis gandum). Dalil-dalil yang dimaksud:
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
قَالَ فَرَضَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدَقَةَ الْفِطْرِ أَوْ قَالَ
رَمَضَانَ عَلَى الذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالْحُرِّ وَالْمَمْلُوكِ صَاعًا مِنْ
تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ فَعَدَلَ النَّاسُ بِهِ نِصْفَ صَاعٍ مِنْ بُرٍّ
“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat
fithri, atau zakat Ramadlaan bagi setiap laki-laki maupun wanita, orang merdeka
maupun budak; berupa satu sho’kurma atau satu sho’gandum”. Kemudian orang-orang
menyamakannya dengan setengah sho’ burr.”[7]Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata,
فَعَدَلَ النَّاسُ
بَعْدُ نِصْفَ صَاعٍ مِنْ بُرٍّ
“Orang-orang menyamakan setelah itu dengan setengah
sho’ burr”. Naafi’ berkata : “’Abdullah (bin ‘Umar) memberikan kurma. Lalu
penduduk Madinah pun kesulitan untuk mendapatkan kurma, lalu ia (‘Abdullah)
memberikan gandum.”[8]‘Abdullah bin ‘Umar berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mengeluarkan zakat fithri satu sho’kurma atau satu sho’gandum”. Ibnu ‘Umar berkata,
فَجَعَلَ النَّاسُ عَدْلَهُ
مُدَّيْنِ مِنْ حِنْطَةٍ
“Orang-orang menyamakannya dengan dua mudd
(setengah sho’) hinthah (sejenis gandum).”[9] Hadits-hadits di atas masih menunjukkan bahwa zakat fithri
dengan makanan, bukan dengan uang, pakaian atau sesuatu yang senilai lainnya.2. Hadits yang dipahami bolehnya zakat dengan qimah seperti diterangkan dalam hadits Anas mengenai surat Abu Bakr dan riwayat Mu’adz yang memerintahkan membayar zakat dengan pakaian, hanya berlaku untuk zakat harta yaitu zakat hewan ternak serta zakat gandum dan jagung (hasil pertanian), qimah-nya pun terbatas yang disebutkan dalam hadits.
3.Tujuan zakat fithri adalah untuk memberi makanan pada orang miskin. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
فَرَضَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ
وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ
زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ
الصَّدَقَاتِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan
zakat fithri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan
kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan orang miskin.Barangsiapa yang
menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang
menunaikannya setelah shalat
maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.”[10] Sedangkan jika yang dibutuhkan fakir miskin adalah uang,
emas, atau hewan ternak, maka diperoleh bukan dari zakat fithri tetapi dari
zakat harta.4. Fatwa dari Ibnu Taimiyah dimaksudkan untuk zakat harta dilihat dari contoh-contoh yang beliau sampaikan.
5. Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah berpendapat sebagaimana Ibnu Taimiyah, yaitu asalnya mengeluarkan zakat harta sesuai yang diperintahkan dalam dalil kecuali jika ada maslahat boleh dikeluarkan dengan qimah. Namun untuk perihal zakat fithri, Syaikh Ibnu Baz tetap memerintahkan dengan makanan pokok, tidak bisa digantikan dengan qimah atau uang.Karena zakat harta dan zakat fithri adalah dua kewajiban berbeda.
Syaikh Ibnu Baz ditanya, “Bolehkah mengeluarkan zakat hewan ternak dengan harta atau wajib mengeluarkannya dengan hewan ternak pula?Sebagian ikhwah berkata kepadak bahwa boleh mengeluarkan zakat hewan ternak tersebut dengan harta. Karena Allah Ta’ala berfirman,
خُذْ مِنْ
أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka” (QS. At Taubah: 103).
Apakah boleh mengeluarkan zakat fithri dengan uang?”Jawaban Syaikh Ibnu Baz, “Wajib mengeluarkan zakat dengan harta yang sama, seperti unta, sapi, kambing, dan makanan. Ini wajib dan inilah asalnya sebagaimana diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.Namun jika ada hajat dan maslahat mengeluarkan zakat dengan qimah (sesuatu yang senilai dengan kewajiban zakat), atau karena perintah dari penguasa yang memerintahkan mengeluarkannya dengan qimah, maka tidak mengapa.Begitu pula boleh mengeluarkan dengan qimah ketika orang yang menunaikan zakat tidak mendapatkan hewan ternak sesuai umur yang diperintahkan untuk dikeluarkan.Atau bisa jadi pula karena orang miskin meminta diberikan qimah (semisal uang) saja karena itu lebih baik bagi mereka.Maka keadaan seperti ini yang diserahkan adalah qimah yang pertengahan.Tidaklah masalah mengeluarkan seperti itu karena ada maslahat syar’i.Yang dikeluarkan adalah sesuatu seharga unta, sapi, kambing atau makanan yang nilainya pertengahan, artinya tidak terlalu jelek dan tidak kemahalan.Begitu pula ketika seseorang menjual buah-buahan hasil panen berupa kurma atau biji-bijian, maka ketika itu zakat yang dikeluarkan adalah berupa uang sebagai ganti dari makanan-makanan tadi karena makanan tersebut telah dijual dan tidak ada lagi.Jadinya yang diserahkan sebagai zakat adalah uang.Namun jika zakat yang dikeluarkan dengan kurma atau biji-bijian, maka itu lebih baik, lebih sempurna dan lebih hati-hati.
Begitu pula zakat fithri harus dari makanan. Tidak boleh zakat fithri ditunaikan dengan barang lain yang senilai (qimah). Zakat fithri tetap dikeluarkan dengan makanan sebagaimana diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ،
أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ
“(Zakat fithri itu) berupa satu sho’ kurma atau satu
sho’ gandum …”[11] Para sahabat di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
mengeluarkan zakat dengan satu sho’ keju dan satu sho’ anggur. Semua ini
dikeluarkan di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.Yang dimaksud
satu sho’ untuk kewajiban zakat fithri adalah dari makanan pokok di negeri
masing-masing seperti beras.Jadi wajib mengeluarkan zakat fithri dengan makanan
pokok yang ada di negeri masing-masing berupa beras, kurma, gandum, jagung atau
semacamnya.Inilah pendapat yang dianut mayoritas ulama.Adapun dengan qimah
tidaklah dibolehkan untuk zakat fithri.Pendapat yang menyatakan zakat fithri
boleh dengan qimah (uang) adalah pendapat yang lemah dan marjuh (tidak
kuat).[12]Intinya, zakat fithri tetap ditunaikan dengan satu sho’ dari makanan pokok, bukan dengan qimah atau uang.
-bersambung insya Allah-
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
[2] HR. Bukhari no. 1503 dan Muslim no. 984.
[3] HR. Bukhari no. 1453.
[4] HR. Bukhari secara mu’allaq (tanpa sanad), dan disambungkan oleh Yahyaa bin Aadaam dalam Al-Kharaaj no. 525 dengan sanad shahih sampai Thowus bin Kaisan.
[5] Majmu’ Al Fatawa, 25: 83.
[6] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2: 84.
[7] HR. Bukhari no. 1511.
[8] HR. Abu Daud no. 1615. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[9] HR. Bukhari no. 1507 dan Muslim no. 984.
[10] HR. Abu Daud no. 1609 dan Ibnu Majah no. 1827. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
[11] HR. Bukhari no. 1503 dan Muslim no. 984.
[12] Fatawa Nur ‘Ala Ad Darb, 15: 69.
Anda diperkenankan untuk menyebarkan,
re-publikasi, copy-paste atau mencetak artikel yang ada di muslim.or.id
dengan menyertakan muslim.or.id sebagai sumber artikel
Dari artikel 'Panduan Zakat (12): Bolehkah Menunaikan Zakat dengan Uang (Qimah)? — Muslim.Or.Id'
Tidak ada komentar:
Posting Komentar