Senin, 08 Desember 2014

MAKALAH TENTANG BEROBAT DENGAN BARANG HARAM



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Islam adalah agama allah swt, dimana Dia menurunkanya sebagai rahmat bagi semesta alam. Menurut keyakinan kita, Allah menjadikan segala sesuatu berpasang-pasangan, ada waktu siang ada juga waktu malam. Demikian pula Allah tiada menciptakan segala penyakit kecuali Dia pula menciptakan obat baginya. Maka Rasulullah saw memerintahkan kepada umatnya untuk berobat dari setiap penyakit yang menimpanya dengan tanpa meniadakan tawkal kepada Allah, tapi beliau melarang untuk menggunakan obat-obatan yang diharamkaNya. Lalu bagaimanakah bila tidak ada jalan lain kecuali dengan mengkonsumsi obat yang diharamkan tersebut?
            Maka dari itu, dalam makalah ini akan membahas bagaimana tinjauan para tokoh ulama mazhab dan hukum penggunaan barang najis / haram tersebut secara syariat islam. Baik yang menggunakan air kencing, babi, khamar, atau hal lain yang sejenis dan sama haramnya dalam pandangan ajaran agama islam.

B.     Rumusan Masalah
Sebagai titik poros pembahasan makalah ini, maka penulis perlu mempersempit pembahasanya agar tidak menimbulkan kesalah pahaman dalam menyimpulkan topik pembahasan ini dalam sebuah rumusan masalah. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah hukum menggunakan barang yang najis / haram dalam pengobatan dalam pandangan ajaran agama islam ?
2.      Bagaimana pendapat para ulama mazhab tentang menggunakan barang yang haram?









BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Secara bahasa : pengobatan dalam bahasa arab adalah masdar dari Tadawa artinya : memberikan obat atau memeriksa penyakitnya
Secara istilah : ia memili kesamaan dengan kedokteran, yaitu ilmu yang denganya dapat mengetahui keadaan manusia dari segi yang dapat meningkatkan dan menghilangkan kesehatan, hal ini di peruntukan agar dapat menjaga kesehatan dan menolak hal yang dapat mebahayakan kesehatan.

B. Dalil Di Syariatkanya Berobat

Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, (As syuara :80)

عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : {ما أيزل الله داء إلا أنزل الله له شفاء} (رواه البخاري )
     Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra dari nabi saw bahwa ia besabda : " Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit melainkan Dia menurunkan obat bagiya. "  (HR : Bukhari )

وفي الرواية عن أسامة بن شريك :{ تداووا يا عباد الله فإن الله لم يضع داء إلا وضع له شفاء، إلا داءا واحدا الهرام}
      Dan dalam riwyat Usamah bin Syarik : " Berobatlah wahai hamba Allah, karna Allah tidak menimpakan suatu penyakit kecuali Dia pula menjadikan obat baginya, kecuali satu peyakit, yaitu kematian. ( HR : Bukhari dan Ahmad )

C. Macam-Macam Pengobatan
Pengobatan dibagi menjadi dua : pertama : pengobatan yang Allah berikan sebagai fitrah kepada manusia dan hewan, macam pengobatan ini tidak membutuhkan pendeteksian dokter. Contohnya lapar dan haus, dingin, payah dan lain sebagainya.
Kedua : pengobatan yang membutuhkan pemikiran dan perumusan. Seperti berbagai macam penyakit yang ada atau penyakit komplikasi yang membutuhkan perlakuan khusus dan berbagai campuran obat untuk dapat menyembuhkanya. Adapun bila di tinjau dari segi hukum maka berobat juga di bagi menjadi dua; pengobatan yang di syariatkan dan pengobatana yang di haramkan.
1.      Pengobatan yang disyariatkan. Hal ini di dapat di laksanakan dengan berbagai macam cara, diantaranya :
a.       berobat dengan madu.
b.      Beobat dengan susu dan kencing unta.
c.       Berobat dengan Habatus sauda
d.      Berobat dengan Hijamah (berbekam )
e.       Berobat dengan cendawa atau jamur
f.       Berobat dengan abu
g.      Berobat dengan celak
h.      Berobat denga Zait (minyak)
i.        Berobat dengan Al Qur'an dari sihir.
j.        Berobat dengan ruqyah.
2.      berobat dengan barang yang najis.
                 Secara bahasa najis bermakna al qadzarah ( القذارة ) yang artinya adalah kotoran. Sedangkan secara istilah, najis menurut definisi Asy Syafi’iyah adalah:“Sesuatu yang dianggap kotor dan mencegah sahnya shalat tanpa ada hal yang meringankan.” Dan menurut definisi Al Malikiyah, najis adalah: “Sifat hukum suatu benda yang mengharuskan seseorang tercegah dari kebolehan melakukan shalat bila terkena atau berada di dalamnya.
                 Menurut madzhab Syafi’i, sebagaimana dijelaskan oleh an-Nawawi dalam al-Majmu’ (9/50-51) berobat dengan benda najis selain khamr hukumnya boleh, dengan syarat (1) tidak ada obat yang berasal dari bahan yang suci yang bisa menggantikannya, jika terdapat obat dari bahan yang suci maka haram berobat dengan benda najis, dan (2) jika memang benda najis itu diketahui –secara ilmu kedokteran- berkhasiat obat dan tidak ada obat lain dari bahan yang suci yang bisa menggantikannya.
Pemahaman ini diambil dari hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim tentang orang-orang dari ‘Urainah yang berobat dengan air kencing unta, dan kencing unta menurut madzhab Syafi’i hukumnya najis. Dan mereka memahami hadits ‘Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan kalian dari apa-apa yang diharamkan atas kalian’ ‘Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obat, dan menjadikan setiap penyakit ada obatnya, maka berobatlah, dan janganlah berobat dengan yang haram’, dan ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berobat dengan obat yang kotor (khabits)’[ adalah jika didapatkan obat dari bahan yang suci, dan jika tidak ada obat tersebut, maka berobat dengan benda najis, selain khamr, hukumnya boleh.
Sedangkan MUI berfatwa, Berdasarkan pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang Komisi Fatwa pada Rapat-rapat Komisi pada tanggal 20 Juli 2013, MUI memutuskan dan menetapkan ketentuan umum dan ketentuan hukumnya. Berikut Fatwa MUI yang ditetapkan di Jakarta, 20 Juli 2013:
Ketentuan hukumnya adalah: Islam mensyariatkan pengobatan karena ia bagian dari perlindungan dan perawatan kesehatan. Dalam ikhtiar mencari kesembuhan wajib menggunakan metode pengobatan yang tidak melanggar syariat. Obat yang digunakan untuk kepentingan pengobatan wajib menggunakan bahan yang suci dan halal. Penggunaan bahan najis atau haram dalam obat-obatan hukumnya haram.
Adapun penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan hukumnya haram kecuali memenuhi syarat sebagai berikut:
a.       Digunakan pada kondisi keterpaksaan (darurat), yaitu kondisi keterpaksaan yang apabila tidak dilakukan dapat mengancam jiwa manusia, atau kondisi keterdesakan yang setara dengan kondisi darurat, yaitu kondisi keterdesakan yang apabila tidak dilakukan, maka akan dapat mengancam eksistensi jiwa manusia di kemudian hari,
b.      Belum ditemukan bahan yang halal dan suci
c.       Adanya rekomendasi paramedic kompeten atau terpercaya bahwa tidak ada obat yang halal.
Penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan luar hukumnya boleh dengan syarat dialkuakn pensucian.
Menurut Prof. DR. H. Ahmad Zahro, M.A Yang dimaksud keadaan darurat yang membolehkan dilakukannya hal-hal yang mestinya dilarang adalah keadaan sangat terpaksa yang apabila dibiarkan akan terjadi kehancuran atau bahkan kematian. Keadaan tersebut terkait eksistensi agama, nyawa, akal, keturunan/kehormatan dan harta. Sedang penetapan apakah sesuatu itu sudah dalam keadaan darurat atau belum, maka harus dilakukan oleh orang yang berakal sehat, berhati taat dan berilmu manfaat (terkait keadaan tersebut).

     Tetapi jika cara penyembuhan itu mengandung syirik, maka apapun alasannya tetap tidak diperbolahkan. Keadaan darurat tidak dapat dipakai jika solusinya syirik. Lebih baik tetap sakit atau bahkan mati, dari pada harus menukar agama atau mengotori aqidah dengan syirik, karena Allah SWT tidak berkenan mengampuni dosa syirik (kalau sampai terbawa mati), sebagaimana firman-Nya dalam surat an-Nisa’ ayat 116 (yang maknanya): “Sungguh Allah SWT tidak berkenan mengampuni dosa karena mempersekutukan-Nya, dan berkenan mengampuni dosa apa saja selain syirik tersebut, bagi siapa saja yang dikendaki-Nya…”
D. Macam-macam benda najis yang digunakan sebagai obat :
a.       berobat dengan babi. Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. (Al Maidah : 3).
Ayat ini menunjukan bahwa babi secara dzatnya adalah najis dan seluruh badanya adalah najis, sedangkan setiap yang najis adalah haram serta harus di jauhi. Adapun babi ia lebih hina daripada anjing. Akan tetapi anjing dan babi keduanya adalah hewan yang statusnya najis mughaladhah sehingga wajib untuk mencucinya tujuh kali, salah satunya dengan tanah. Bila anjing di perboelhkan untuk keperluan berburu atau menjaga ladang maka babi tidak dipebolehkan memeliharanya sama sekali karena seluruh badanya adalah najis, oleh kerena itu Allah mengharamkan untuk memakan babi. Dalam Qaidah ushul fiqih dikatakan  : setiap yang haram untuk mengambilnya maka haram pula untuk memberikanya. Dan setiap yang haram untuk memakainya maka haram pula untuk mengambilnya.  "
b.      Berobat dengan bangkai. Bangkai adalah setiap yang hilang nyawanya tanpa di semelih secara syar'I baik ia mati karena  mati dengan sendirinya tanpa sebab anak adam atau karena perbuatan manusia, jika hal itu disebabkan karna di sembelih dengan cara yang tidak di perbolehkan maka semua itu adalah bangkai. Allah berfiman Katakanlah: "Tiadalah Aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - Karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha penyayang".(Al An'am : 145).
Hikmah di haramkanya bangkai , Bangkai memberikan bahaya karena setiap yang mati karena sakit atau karen lemah maka dalam tubuhnya terdapat bakteri yang berikutnya ia menjadi racun, Karna ia adalah hewan yang najis, Dalam babi terdapat darah membeku yang tidak dapat hilang kecuali di hilangkan kecuali dengan cara menyembelihnya secara syar'i. Maka haramnya bangkai adalah hukum Allah yang sudah  pasti berdasarkan ilmu dan hikmah, dan yang memperbolehkanya adalah hukum jahiliyah yang berdasarkan hawa nafsu.  Mentaati Allah dalam keharaman bangkai adalah tauhid sedangkan mentaati orang jahiliyah yang memperbolehkanya adalah syirik. Dalam hukum bangkai hanya ada dua macam yang di kecualikan, yaitu bangkai binatang laut dan belalang. Maka kebanyakan Ahli ilmu mereka memperbolehkan untuk memakan binatang laut baik yang masih hidup maupun yang telah mati, demikianlah pendapat imam Malik . akan tetapi ia bertawaquf (diam ) dalam masalah babi laut.
Abu Qasim mengatakan aku menghindarinya dan tidak mengharamkanya. Imam Syafi'I mengatakan : Sesungguhnya Allah mengharamkan babi secara mutlak dan mengharamkan bangkai dengan syarat tidak dalam keadaan darurat. Sedangkan apabila dalam keadaan darurat seperti lapar yang meyebabkan kematian jika ia tidak mengkonsumsinya maka ia diperbolehkan untuk memakanya. Dalam kaidah ushul fiqih dikatakan : "Apabila sutu perkara telah menjadi sempit maka ia menjadi lapang. Dan apabila sesuatu itu telah menjadi lapang maka ia berubah menjadi sempit " dua kaidah ini menjelaskan bahwa apabila telah sampai derajat darurat maka setiap yang haram berubah mejadi halal dan apabila ia telah lapang maka sesuatu tersebut berubah menjadi haram kembali.  
c.       Berobat dengan khamr, Khamr adalah nama untuk setiap air dari anggur apabila telah mendidih dan mengental serta buihnya mulai menghilang, demikinlah yang dikatakan oleh Abu Hanifah. Sedangkan menurut Abu Yusuf dan Muhamad, ia adalah air anggur yang telah mendidih dan mengental, terkadang ia berubah menjadi merah.
Madzhab Hanifiyah, Malikiyah dan Hanabilah berpendapat tidak diperbolehkanya meminum khamr untuk di jadikan sebagai obat. Baik kahmr itu masih murni atau sudah di campur. Sedangkan madzhab syafi'I yang juga mejadi pegangan imam At thabari bahwa diperbolehkanya berobat dengan khamr apabila memenuhi tiga syarat Pertama : berdasarkan  riset dokter, Kedua : kadar khamr tersebut lebih sedikit dengan ukuran tidak sampai memabukan dan tidak menghilangkan akal. Sehingga tidak di perbolehkan berobat dengan sesuatu yang lebih besar dari pada itu, Ketiga : berdasarkan keterangan dokter muslim karena selai  muslim tidak di terima kesaksianya dalam hal kedokteran. Adapun sesuatu yang dapat menghilangkan akal selain minuman atau ganja maka tidak ada  tidak ada had bagi orang yang mengkonsumsinya. Sedangkan Imam Al Ghazali mengatakan :  orang yang wajib untuk di ta'zir dan di asingkan  tanpa harus di dera.
d.      Berobat dengan air kencing,
Ada beberapa pendapat akan hal ini ,Pertama, yang mengharamkan :
§   Firman Allah subhanau wata’ala :
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
“Dan yang menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk .“  (Qs. al-A’raf : 157). Menurut Imam Malik bahwa segala yang buruk adalah segala sesuatu yang diharamkan di dalam Islam, sedang menurut Imam Syafi’I bahwa segala sesuatu yang buruk adalah segala sesuatu yang diharamkan untuk dimakan dan segala sesuatu yang jijik. Dari kedua pendapat ulama tersebut, maka air kencing termasuk sesuatu yang najis.  
§  hadist Ibnu Abbas :  Dari Ibnu 'Abbas berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lewat di dekat dua kuburan, lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya keduanya sedang disiksa, dan keduanya disiksa bukan karena dosa besar. Yang satu disiksa karena tidak bersuci setelah kencing, sementara yang satunya suka mengadu domba." Kemudian beliau mengambil sebatang dahan kurma yang masih basah, beliau lalu membelahnya menjadi dua bagian kemudian menancapkannya pada masing-masing kuburan tersebut. Para sahabat pun bertanya, "Wahai Rasulullah, kenapa engkau melakukan ini?" beliau menjawab: "Semoga siksa keduanya diringankan selama batang pohon ini basah." (HR. Bukhari dan Muslim). Hadist di atas menjelaskan bahwa orang yang tidak bersuci (cebok) setelah kencing akan diadzab di dalam kuburan, hal ini menunjukkan bahwa air kencing itu najis.
§  hadist orang Badui yang kencing di masjid : Abu Hurairah berkata, "Seorang Arab badui berdiri dan kencing di Masjid, lalu orang-orang ingin mengusirnya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda kepada mereka: "Biarkanlah dia dan siramlah bekas kencingnya dengan setimba air, atau dengan seember air, sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk membuat kesulitan." (HR. Bukhari)
§   Hadist Anas bin Malik :Dari Anas, bahwasanya ia berkata, bahwasanya Rasulullah shallallahu ’alahi wassalam bersabda : “Bersihkan dari air kencing, karena sesungguhnya kebanyakan adzab kubur itu dari air kencing (yang tidak dibersihkan)“ (HR. Daruquthni)
Hukum Berobat Dengan Kencing Manusia
§  Berobat dengan barang najis, termasuk di dalamnya air kencing manusia haram. Ini pendapat sebagian ulama Syafi’iyah. Hadist Abu Darda’ , bahwasanya Rosulullah shallallahu a’laihi wasallam bersabda :
إنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَلَا تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ
Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala telah menurunkan penyakit dan menurunkan obat, serta menyediakan obat bagi setiap penyakit, maka berobatlah, dan jangan berobat dengan sesuatu yang haram. “ (HR. Abu Daud)
§  Hadist Abu Hurairah radiyallahu anhu, bahwasanya ia berkata :

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الدَّوَاءِ الْخَبِيثِ
Rosulullah saw melarang untuk berobat dengan barang yang haram ". (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah)
§  Atsar Ibnu Mas’ud radiyallahu anhu, bahwasanya ia berkata :
إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَكُمْ فِيمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ
 “Sesungguhnya Allah tidaklah menjadikan kesembuhan kamu di dalam sesuatu yang diharamkan.” (HR. Bukhari)
         Kedua : Dibolehkan berobat dengan kencing manusia, jika hal itu memang bisa menyembuhkan dan tidak ada obat mubah yang lainnya, serta dianjurkan oleh dokter muslim. Ini adalah pendapat sebagian ulama Hanafiyahdan sebagian ulama Syafi’iyah.
Berkata : Ibnu Nujaim al-Hanafi  :
وَهَذَا لِأَنَّ الْحُرْمَةُ سَاقِطَةٌ عِنْدَ الِاسْتِشْفَاءِ أَلَا تَرَى أَنَّ الْعَطْشَانَ يَجُوزُ له شُرْبُ الْخَمْرِ وَالْجَائِعُ يَحِلُّ له أَكْلُ الْمَيْتَةِ
“Dan ini, karena keharaman menjadi gugur ketika seseorang berobat (dalam keadaan darurat),  bukankah orang yang sangat haus dibolehkan minum khomr dan orang yang kelaparan dibolehkan untuk makan bangkai (dalam keadaan darurat). “
Ibnu Rusydi di dalam kitab al Bayan wa at Tahshil memberikan rincian, jika air kencing itu diminum, maka hal itu tidak dibolehkan, karena najis, tetapi jika dipakai untuk mengobati luka atau sakit luar (untuk obat luar), maka dibolehkan. Beliau juga mengatakan bahwa hukum berobat dengan air kencing ini lebih ringan daripada berobat dengan khomr, karena Allah menyebutkan di dalam Al Qur’an secara tegas dan jelas agar kita menjauhi khomr. Adapun kencing tidak disebutkan di dalam Al Qur’an, jadi hukumnya lebih ringan.
Berkata Imam Nawawi :
وَأَمَّا التَّدَاوِى بِالنَّجَاسَاتِ غَيْرَ الْخَمْرِ فَهُوَ جَائِزٌ سَوَاءٌ فِيْهِ جَمِيْعُ النَّجَاسَاتِ غَيْرَ المُسْكِرِ هَذَا هُوَ الْمَذْهَبُ وَالْمَنْصُوْصُ وَبِهِ قَطَعَ الْجُمْهُوْرُ
          “Adapun berobat dengan sesuatu yang najis selain khomr, maka hal itu dibolehkan, dan berlaku bagi semua yang najis yang tidak memabukkan. Ini adalah pendapat yang dipilih madzhab (syafi’I) dan sudah tertulis serta diyakini oleh mayoritas (ulama syafi’iyah). “
Imam Mawardi menjelaskan bahwa jika seseorang kehausan dan takut mati, tidak mendapatkan apa-apa kecuali air najis atau kencing, maka dibolehkan baginya untuk meminumnya, tetapi minum air najis lebih ringan dibanding minum air kencing, karena najisnya air itu berasal dari luar, sedangkan najisnya kencing, berasal dari dalam kencing itu sendiri( najis lidzatihi ) . Oleh karena itu dibolehkan juga berobat dengan air kencing, jika tidak ada obat yang suci.
§  Firman Allah swt :
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“ Maka, barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ( Qs Al Baqarah : 173 )
§  hadist ‘Urayinin,  
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ فَاجْتَوَوْا الْمَدِينَةَ فَأَمَرَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِلِقَاحٍ وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا فَانْطَلَقُوا فَلَمَّا صَحُّوا قَتَلُوا رَاعِيَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاسْتَاقُوا النَّعَمَ فَجَاءَ الْخَبَرُ فِي أَوَّلِ النَّهَارِ فَبَعَثَ فِي آثَارِهِمْ فَلَمَّا ارْتَفَعَ النَّهَارُ جِيءَ بِهِمْ فَأَمَرَ فَقَطَعَ أَيْدِيَهُمْ وَأَرْجُلَهُمْ وَسُمِرَتْ أَعْيُنُهُمْ وَأُلْقُوا فِي الْحَرَّةِ يَسْتَسْقُونَ فَلَا يُسْقَوْنَ
Dari Anas bin Malik berkata, "Beberapa orang dari 'Ukl atau 'Urainah datang ke Madinah, namun mereka tidak tahan dengan iklim Madinah hingga mereka pun sakit. Beliau lalu memerintahkan mereka untuk mendatangi unta dan meminum air kencing dan susunya. Maka mereka pun berangkat menuju kandang unta (zakat), ketika telah sembuh, mereka membunuh pengembala unta Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan membawa unta-untanya. Kemudian berita itu pun sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjelang siang. Maka beliau mengutus rombongan untuk mengikuti jejak mereka, ketika matahari telah tinggi, utusan beliau datang dengan membawa mereka. Beliau lalu memerintahkan agar mereka dihukum, maka tangan dan kaki mereka dipotong, mata mereka dicongkel, lalu mereka dibuang ke pada pasir yang panas. Mereka minta minum namun tidak diberi." ( HR Bukhari dan Muslim )
§  bahwa berobat itu dalam keadaan darurat, maka hukum berobat dengan air kencing manusia seperti hukum orang yang terpaksa makan bangkai, sehingga dibolehkan.
§  bahwa makan racun hukum haram, tetapi berobat dengan racun sudah menjadi kebiasaan masyarakat, artinya obat yang diminum oleh masyarakat sebenarnya adalah racun, tetapi masyarakat biasa-biasa saja, tidak ada ulama yang mengingkarinya. Makanya, kalau minum obat banyak-banyak dan over dosis bisa menyebabkan kematian. Kalau berobat dengan racun ini saja boleh, tentunya dengan air kencingpun dibolehkan.
§  Kaidah Fiqh yang berbunyi:
الحَاجَةُ تُنزلُ مَنزلة الضّرُورَة
“ Kebutuhan itu dianggap sebagai sesuatu yang darurat “















BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Allah SWT adalah tuhan yang maha tahu, maha pengampun dan maha segalanya. Menurunkan penyakit tentu dengan obatnya, layaknya adanya kebaikan dan keburukan. Berbagai macam dzat dan benda yang kita tahu adalah haram, namun dalam pandangan lain membolehkan menggunakanya atau berobat denganya asalkan dalam keadaan darurat dan tidak ada obat yang halal selain itu. Disamping itu juga eksistensi penyakit yang diderita ditakutkan akan mengancam jiwa pada diri manusia yang bersangkutan.
Wallahu Alam...
B. Kritik Dan Saran
Dalam makalah ini kiranya masih terdapat kesalahan dan kekeliruan, maka dari itu penulis sangat mengharapkan masukan, kritikan, guna menyempurnakan isi dari makalah ini. Guna memperhatikan segi manfaat yang bisa diamambil oleh generasi selanjutnya, dan pada masa yang berikutnya. 

Wallahulmuwafieq ilaa aqwamithorieq.
Wassalamu alaikum wr...wb...









DAFTAR PUSTAKA

a.       http://planetmuslim.blogspot.com/2010/12/berobat-dengan-sesuatu-yang-haram_31.html
b.      http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/356/hukum-berobat-dengan-air-kencing-manusia/
c.       http://abufurqan.wordpress.com/2013/05/21/hukum-berobat-dengan-benda-najis-menurut-madzhab-syafii/
d.      http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2013/09/05/26664/mui-penggunaan-bahan-najis-dalam-obatobatan-hukumnya-haram/#sthash.5A0CROy6.dpbs
e.       http://myfiqhkontemporer.blogspot.com/2013/04/bagaimana-hukum-pengobatan-dengan.html
f.       http://fadhlihsan.wordpress.com/2011/08/04/hukum-berobat-dengan-barang-haram/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar