BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam adalah
agama allah swt, dimana Dia menurunkanya sebagai rahmat bagi semesta alam.
Menurut keyakinan kita, Allah menjadikan segala sesuatu berpasang-pasangan, ada
waktu siang ada juga waktu malam. Demikian pula Allah tiada menciptakan segala
penyakit kecuali Dia pula menciptakan obat baginya. Maka Rasulullah saw
memerintahkan kepada umatnya untuk berobat dari setiap penyakit yang menimpanya
dengan tanpa meniadakan tawkal kepada Allah, tapi beliau melarang untuk menggunakan
obat-obatan yang diharamkaNya. Lalu bagaimanakah bila tidak ada jalan lain
kecuali dengan mengkonsumsi obat yang diharamkan tersebut?
Maka dari itu, dalam makalah ini
akan membahas bagaimana tinjauan para tokoh ulama mazhab dan hukum penggunaan
barang najis / haram tersebut secara syariat islam. Baik yang menggunakan air
kencing, babi, khamar, atau hal lain yang sejenis dan sama haramnya dalam
pandangan ajaran agama islam.
B.
Rumusan Masalah
Sebagai
titik poros pembahasan makalah ini, maka penulis perlu mempersempit
pembahasanya agar tidak menimbulkan kesalah pahaman dalam menyimpulkan topik
pembahasan ini dalam sebuah rumusan masalah. Adapun rumusan masalahnya sebagai
berikut :
1.
Bagaimanakah hukum menggunakan barang
yang najis / haram dalam pengobatan dalam pandangan ajaran agama islam ?
2. Bagaimana
pendapat para ulama mazhab tentang menggunakan barang yang haram?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Secara bahasa : pengobatan dalam bahasa arab adalah
masdar dari Tadawa artinya : memberikan obat atau memeriksa penyakitnya
Secara
istilah : ia memili kesamaan dengan kedokteran, yaitu ilmu yang denganya dapat
mengetahui keadaan manusia dari segi yang dapat meningkatkan dan menghilangkan
kesehatan, hal ini di peruntukan agar dapat menjaga kesehatan dan menolak hal
yang dapat mebahayakan kesehatan.
B. Dalil Di
Syariatkanya Berobat
Dan apabila
aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, (As syuara :80)
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم
قال : {ما أيزل الله داء إلا أنزل الله له شفاء} (رواه البخاري )
Diriwayatkan dari Abi
Hurairah ra dari nabi saw bahwa ia besabda : " Tidaklah Allah
menurunkan suatu penyakit melainkan Dia menurunkan obat bagiya. " (HR : Bukhari )
وفي الرواية عن أسامة بن شريك :{ تداووا يا عباد الله
فإن الله لم يضع داء إلا وضع له شفاء، إلا داءا واحدا الهرام}
Dan dalam riwyat Usamah
bin Syarik : " Berobatlah wahai hamba Allah, karna Allah tidak
menimpakan suatu penyakit kecuali Dia pula menjadikan obat baginya, kecuali
satu peyakit, yaitu kematian. ( HR : Bukhari dan Ahmad )
C.
Macam-Macam Pengobatan
Pengobatan dibagi menjadi dua : pertama : pengobatan
yang Allah berikan sebagai fitrah kepada manusia dan hewan, macam pengobatan
ini tidak membutuhkan pendeteksian dokter. Contohnya lapar dan haus, dingin,
payah dan lain sebagainya.
Kedua :
pengobatan yang membutuhkan pemikiran dan perumusan. Seperti berbagai macam
penyakit yang ada atau penyakit komplikasi yang membutuhkan perlakuan khusus
dan berbagai campuran obat untuk dapat menyembuhkanya. Adapun bila di tinjau
dari segi hukum maka berobat juga di bagi menjadi dua; pengobatan yang di
syariatkan dan pengobatana yang di haramkan.
1.
Pengobatan yang disyariatkan. Hal ini di
dapat di laksanakan dengan berbagai macam cara, diantaranya :
a. berobat
dengan madu.
b. Beobat
dengan susu dan kencing unta.
c. Berobat
dengan Habatus sauda
d. Berobat
dengan Hijamah (berbekam )
e. Berobat
dengan cendawa atau jamur
f. Berobat
dengan abu
g. Berobat
dengan celak
h. Berobat
denga Zait (minyak)
i.
Berobat dengan Al Qur'an dari sihir.
j.
Berobat dengan ruqyah.
2.
berobat dengan barang yang
najis.
Secara
bahasa najis bermakna al qadzarah ( القذارة ) yang artinya adalah
kotoran. Sedangkan secara istilah, najis menurut definisi Asy Syafi’iyah
adalah:“Sesuatu yang dianggap kotor dan mencegah sahnya shalat tanpa ada hal
yang meringankan.” Dan menurut definisi Al Malikiyah, najis adalah: “Sifat
hukum suatu benda yang mengharuskan seseorang tercegah dari kebolehan melakukan
shalat bila terkena atau berada di dalamnya.
Menurut
madzhab Syafi’i, sebagaimana dijelaskan oleh an-Nawawi dalam
al-Majmu’ (9/50-51) berobat dengan benda najis selain khamr hukumnya boleh,
dengan syarat (1) tidak ada obat yang berasal dari bahan yang suci yang bisa
menggantikannya, jika terdapat obat dari bahan yang suci maka haram berobat
dengan benda najis, dan (2) jika memang benda najis itu diketahui –secara ilmu
kedokteran- berkhasiat obat dan tidak ada obat lain dari bahan yang suci yang bisa
menggantikannya.
Pemahaman ini diambil dari hadits
riwayat al-Bukhari dan Muslim tentang orang-orang dari ‘Urainah yang berobat
dengan air kencing unta, dan kencing unta menurut madzhab Syafi’i hukumnya
najis. Dan mereka memahami hadits ‘Sesungguhnya Allah tidak menjadikan
kesembuhan kalian dari apa-apa yang diharamkan atas kalian’ ‘Sesungguhnya Allah
telah menurunkan penyakit dan obat, dan menjadikan setiap penyakit ada obatnya,
maka berobatlah, dan janganlah berobat dengan yang haram’, dan ‘Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam melarang berobat dengan obat yang kotor (khabits)’[ adalah jika
didapatkan obat dari bahan yang suci, dan jika tidak ada obat tersebut, maka
berobat dengan benda najis, selain khamr, hukumnya boleh.
Sedangkan MUI berfatwa, Berdasarkan
pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang Komisi Fatwa pada
Rapat-rapat Komisi pada tanggal 20 Juli 2013, MUI memutuskan dan menetapkan
ketentuan umum dan ketentuan hukumnya. Berikut Fatwa MUI yang ditetapkan di
Jakarta, 20 Juli 2013:
Ketentuan hukumnya adalah: Islam
mensyariatkan pengobatan karena ia bagian dari perlindungan dan perawatan
kesehatan. Dalam ikhtiar mencari kesembuhan wajib menggunakan metode pengobatan
yang tidak melanggar syariat. Obat yang digunakan untuk kepentingan pengobatan
wajib menggunakan bahan yang suci dan halal. Penggunaan bahan najis atau haram
dalam obat-obatan hukumnya haram.
Adapun penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan
hukumnya haram kecuali memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
Digunakan pada kondisi keterpaksaan (darurat), yaitu
kondisi keterpaksaan yang apabila tidak dilakukan dapat mengancam jiwa manusia,
atau kondisi keterdesakan yang setara dengan kondisi darurat, yaitu kondisi
keterdesakan yang apabila tidak dilakukan, maka akan dapat mengancam eksistensi
jiwa manusia di kemudian hari,
b.
Belum ditemukan bahan yang halal dan suci
c.
Adanya rekomendasi paramedic kompeten atau terpercaya
bahwa tidak ada obat yang halal.
Penggunaan obat yang berbahan najis
atau haram untuk pengobatan luar hukumnya boleh dengan syarat dialkuakn
pensucian.
Menurut Prof. DR. H. Ahmad Zahro, M.A Yang
dimaksud keadaan darurat yang membolehkan dilakukannya hal-hal yang mestinya
dilarang adalah keadaan sangat terpaksa yang apabila dibiarkan akan terjadi
kehancuran atau bahkan kematian. Keadaan tersebut terkait eksistensi agama,
nyawa, akal, keturunan/kehormatan dan harta. Sedang penetapan apakah sesuatu
itu sudah dalam keadaan darurat atau belum, maka harus dilakukan oleh orang
yang berakal sehat, berhati taat dan berilmu manfaat (terkait keadaan
tersebut).
Tetapi jika cara penyembuhan itu mengandung syirik, maka apapun alasannya tetap
tidak diperbolahkan. Keadaan darurat tidak dapat dipakai jika solusinya syirik.
Lebih baik tetap sakit atau bahkan mati, dari pada harus menukar agama atau
mengotori aqidah dengan syirik, karena Allah SWT tidak berkenan mengampuni dosa
syirik (kalau sampai terbawa mati), sebagaimana firman-Nya dalam surat an-Nisa’
ayat 116 (yang maknanya): “Sungguh Allah
SWT tidak berkenan mengampuni dosa karena mempersekutukan-Nya, dan berkenan
mengampuni dosa apa saja selain syirik tersebut, bagi siapa saja yang
dikendaki-Nya…”
D. Macam-macam benda najis yang digunakan sebagai obat :
a.
berobat dengan babi. Diharamkan
bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih
atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang
ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya,
dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. (Al Maidah : 3).
Ayat ini
menunjukan bahwa babi secara dzatnya adalah najis dan seluruh badanya adalah
najis, sedangkan setiap yang najis adalah haram serta harus di jauhi. Adapun
babi ia lebih hina daripada anjing. Akan tetapi anjing dan babi keduanya adalah
hewan yang statusnya najis mughaladhah sehingga wajib untuk mencucinya tujuh
kali, salah satunya dengan tanah. Bila anjing di perboelhkan untuk keperluan
berburu atau menjaga ladang maka babi tidak dipebolehkan memeliharanya sama
sekali karena seluruh badanya adalah najis, oleh kerena itu Allah mengharamkan
untuk memakan babi. Dalam Qaidah ushul fiqih dikatakan : setiap yang
haram untuk mengambilnya maka haram pula untuk memberikanya. Dan setiap yang
haram untuk memakainya maka haram pula untuk mengambilnya. "
b.
Berobat dengan bangkai. Bangkai
adalah setiap yang hilang nyawanya tanpa di semelih secara syar'I baik ia mati
karena mati dengan sendirinya tanpa sebab anak adam atau karena perbuatan
manusia, jika hal itu disebabkan karna di sembelih dengan cara yang tidak di perbolehkan
maka semua itu adalah bangkai. Allah berfiman Katakanlah: "Tiadalah Aku
peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi
orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah
yang mengalir atau daging babi - Karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau
binatang yang disembelih atas nama selain Allah. barangsiapa yang dalam keadaan
terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas,
Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha penyayang".(Al
An'am : 145).
Hikmah di
haramkanya bangkai , Bangkai memberikan bahaya karena setiap yang mati karena
sakit atau karen lemah maka dalam tubuhnya terdapat bakteri yang berikutnya ia
menjadi racun, Karna ia adalah hewan yang najis, Dalam babi terdapat darah
membeku yang tidak dapat hilang kecuali di hilangkan kecuali dengan cara
menyembelihnya secara syar'i. Maka haramnya bangkai adalah hukum Allah yang
sudah pasti berdasarkan ilmu dan hikmah, dan yang memperbolehkanya adalah
hukum jahiliyah yang berdasarkan hawa nafsu. Mentaati Allah dalam
keharaman bangkai adalah tauhid sedangkan mentaati orang jahiliyah yang
memperbolehkanya adalah syirik. Dalam hukum bangkai hanya ada dua macam yang di
kecualikan, yaitu bangkai binatang laut dan belalang. Maka kebanyakan Ahli ilmu
mereka memperbolehkan untuk memakan binatang laut baik yang masih hidup maupun
yang telah mati, demikianlah pendapat imam Malik . akan tetapi ia bertawaquf
(diam ) dalam masalah babi laut.
Abu Qasim
mengatakan aku menghindarinya dan tidak mengharamkanya. Imam Syafi'I mengatakan
: Sesungguhnya Allah mengharamkan babi secara mutlak dan mengharamkan bangkai
dengan syarat tidak dalam keadaan darurat. Sedangkan apabila dalam keadaan
darurat seperti lapar yang meyebabkan kematian jika ia tidak mengkonsumsinya
maka ia diperbolehkan untuk memakanya. Dalam kaidah ushul fiqih dikatakan :
"Apabila sutu perkara telah menjadi sempit maka ia menjadi lapang. Dan
apabila sesuatu itu telah menjadi lapang maka ia berubah menjadi sempit "
dua kaidah ini menjelaskan bahwa apabila telah sampai derajat darurat maka
setiap yang haram berubah mejadi halal dan apabila ia telah lapang maka sesuatu
tersebut berubah menjadi haram kembali.
c.
Berobat dengan khamr, Khamr adalah
nama untuk setiap air dari anggur apabila telah mendidih dan mengental serta
buihnya mulai menghilang, demikinlah yang dikatakan oleh Abu Hanifah. Sedangkan
menurut Abu Yusuf dan Muhamad, ia adalah air anggur yang telah mendidih dan
mengental, terkadang ia berubah menjadi merah.
Madzhab
Hanifiyah, Malikiyah dan Hanabilah berpendapat tidak diperbolehkanya meminum
khamr untuk di jadikan sebagai obat. Baik kahmr itu masih murni atau sudah di
campur. Sedangkan madzhab syafi'I yang juga mejadi pegangan imam At thabari
bahwa diperbolehkanya berobat dengan khamr apabila memenuhi tiga syarat Pertama
: berdasarkan riset dokter, Kedua : kadar khamr tersebut lebih sedikit
dengan ukuran tidak sampai memabukan dan tidak menghilangkan akal. Sehingga
tidak di perbolehkan berobat dengan sesuatu yang lebih besar dari pada itu,
Ketiga : berdasarkan keterangan dokter muslim karena selai muslim tidak
di terima kesaksianya dalam hal kedokteran. Adapun sesuatu yang dapat
menghilangkan akal selain minuman atau ganja maka tidak ada tidak ada had
bagi orang yang mengkonsumsinya. Sedangkan Imam Al Ghazali mengatakan :
orang yang wajib untuk di ta'zir dan di asingkan tanpa harus di dera.
d.
Berobat dengan air kencing,
Ada beberapa pendapat akan hal ini ,Pertama, yang mengharamkan :
§ Firman Allah subhanau wata’ala :
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ
وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
“Dan yang menghalalkan bagi mereka
segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk .“ (Qs.
al-A’raf : 157). Menurut Imam Malik bahwa segala yang buruk adalah segala
sesuatu yang diharamkan di dalam Islam, sedang menurut Imam Syafi’I bahwa
segala sesuatu yang buruk adalah segala sesuatu yang diharamkan untuk dimakan
dan segala sesuatu yang jijik. Dari kedua pendapat ulama tersebut, maka air
kencing termasuk sesuatu yang najis.
§ hadist Ibnu
Abbas : Dari Ibnu 'Abbas berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam lewat di dekat dua kuburan, lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya
keduanya sedang disiksa, dan keduanya disiksa bukan karena dosa besar. Yang
satu disiksa karena tidak bersuci setelah kencing, sementara yang satunya suka
mengadu domba." Kemudian beliau mengambil sebatang dahan kurma yang masih
basah, beliau lalu membelahnya menjadi dua bagian kemudian menancapkannya pada
masing-masing kuburan tersebut. Para sahabat pun bertanya, "Wahai
Rasulullah, kenapa engkau melakukan ini?" beliau menjawab: "Semoga
siksa keduanya diringankan selama batang pohon ini basah." (HR.
Bukhari dan Muslim). Hadist di atas menjelaskan bahwa orang yang tidak bersuci
(cebok) setelah kencing akan diadzab di dalam kuburan, hal ini menunjukkan
bahwa air kencing itu najis.
§ hadist orang
Badui yang kencing di masjid : Abu Hurairah berkata, "Seorang Arab
badui berdiri dan kencing di Masjid, lalu orang-orang ingin mengusirnya. Maka
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda kepada mereka: "Biarkanlah
dia dan siramlah bekas kencingnya dengan setimba air, atau dengan seember air,
sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk
membuat kesulitan." (HR. Bukhari)
§ Hadist Anas bin Malik :Dari Anas,
bahwasanya ia berkata, bahwasanya Rasulullah shallallahu ’alahi wassalam
bersabda : “Bersihkan dari air kencing, karena sesungguhnya kebanyakan adzab
kubur itu dari air kencing (yang tidak dibersihkan)“ (HR.
Daruquthni)
Hukum Berobat Dengan Kencing Manusia
§ Berobat
dengan barang najis, termasuk di dalamnya air kencing manusia haram. Ini
pendapat sebagian ulama Syafi’iyah. Hadist Abu Darda’ , bahwasanya Rosulullah
shallallahu a’laihi wasallam bersabda :
إنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَلَا تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ
“Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala telah menurunkan penyakit dan
menurunkan obat, serta menyediakan obat bagi setiap penyakit, maka berobatlah,
dan jangan berobat dengan sesuatu yang haram. “ (HR. Abu Daud)
§ Hadist Abu
Hurairah radiyallahu anhu, bahwasanya ia berkata :
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنْ الدَّوَاءِ الْخَبِيثِ
“ Rosulullah saw melarang untuk berobat dengan barang yang haram
". (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah)
§ Atsar Ibnu
Mas’ud radiyallahu anhu, bahwasanya ia berkata :
إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَكُمْ فِيمَا حَرَّمَ
عَلَيْكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidaklah menjadikan kesembuhan kamu di dalam
sesuatu yang diharamkan.” (HR. Bukhari)
Kedua :
Dibolehkan berobat dengan kencing manusia, jika hal itu memang bisa
menyembuhkan dan tidak ada obat mubah yang lainnya, serta dianjurkan oleh
dokter muslim. Ini adalah pendapat sebagian ulama Hanafiyahdan sebagian ulama
Syafi’iyah.
Berkata : Ibnu Nujaim al-Hanafi :
وَهَذَا لِأَنَّ الْحُرْمَةُ سَاقِطَةٌ عِنْدَ
الِاسْتِشْفَاءِ أَلَا تَرَى أَنَّ الْعَطْشَانَ يَجُوزُ له شُرْبُ الْخَمْرِ
وَالْجَائِعُ يَحِلُّ له أَكْلُ الْمَيْتَةِ
“Dan ini, karena keharaman menjadi gugur ketika seseorang berobat (dalam
keadaan darurat), bukankah orang yang sangat haus dibolehkan minum khomr
dan orang yang kelaparan dibolehkan untuk makan bangkai (dalam keadaan
darurat). “
Ibnu Rusydi di dalam kitab al
Bayan wa at Tahshil memberikan rincian, jika air kencing itu diminum, maka
hal itu tidak dibolehkan, karena najis, tetapi jika dipakai untuk mengobati
luka atau sakit luar (untuk obat luar), maka dibolehkan. Beliau juga mengatakan
bahwa hukum berobat dengan air kencing ini lebih ringan daripada berobat dengan
khomr, karena Allah menyebutkan di dalam Al Qur’an secara tegas dan jelas agar
kita menjauhi khomr. Adapun kencing tidak disebutkan di dalam Al Qur’an, jadi
hukumnya lebih ringan.
Berkata Imam Nawawi :
وَأَمَّا التَّدَاوِى بِالنَّجَاسَاتِ غَيْرَ الْخَمْرِ
فَهُوَ جَائِزٌ سَوَاءٌ فِيْهِ جَمِيْعُ النَّجَاسَاتِ غَيْرَ المُسْكِرِ هَذَا
هُوَ الْمَذْهَبُ وَالْمَنْصُوْصُ وَبِهِ قَطَعَ الْجُمْهُوْرُ
“Adapun berobat
dengan sesuatu yang najis selain khomr, maka hal itu dibolehkan, dan berlaku
bagi semua yang najis yang tidak memabukkan. Ini adalah pendapat yang dipilih
madzhab (syafi’I) dan sudah tertulis serta diyakini oleh mayoritas (ulama
syafi’iyah). “
Imam Mawardi menjelaskan bahwa jika seseorang kehausan dan takut mati,
tidak mendapatkan apa-apa kecuali air najis atau kencing, maka dibolehkan
baginya untuk meminumnya, tetapi minum air najis lebih ringan dibanding minum
air kencing, karena najisnya air itu berasal dari luar, sedangkan najisnya
kencing, berasal dari dalam kencing itu sendiri( najis lidzatihi ) .
Oleh karena itu dibolehkan juga berobat dengan air kencing, jika tidak ada obat
yang suci.
§ Firman Allah
swt :
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلا إِثْمَ
عَلَيْهِ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“ Maka, barangsiapa dalam keadaan terpaksa
(memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas,
maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” ( Qs Al Baqarah : 173 )
§ hadist
‘Urayinin,
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ
عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ فَاجْتَوَوْا الْمَدِينَةَ فَأَمَرَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِلِقَاحٍ وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا
وَأَلْبَانِهَا فَانْطَلَقُوا فَلَمَّا صَحُّوا قَتَلُوا رَاعِيَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاسْتَاقُوا النَّعَمَ فَجَاءَ الْخَبَرُ فِي أَوَّلِ
النَّهَارِ فَبَعَثَ فِي آثَارِهِمْ فَلَمَّا ارْتَفَعَ النَّهَارُ جِيءَ بِهِمْ
فَأَمَرَ فَقَطَعَ أَيْدِيَهُمْ وَأَرْجُلَهُمْ وَسُمِرَتْ أَعْيُنُهُمْ
وَأُلْقُوا فِي الْحَرَّةِ يَسْتَسْقُونَ فَلَا يُسْقَوْنَ
Dari Anas bin Malik berkata,
"Beberapa orang dari 'Ukl atau 'Urainah datang ke Madinah, namun mereka
tidak tahan dengan iklim Madinah hingga mereka pun sakit. Beliau lalu
memerintahkan mereka untuk mendatangi unta dan meminum air kencing dan susunya.
Maka mereka pun berangkat menuju kandang unta (zakat), ketika telah sembuh,
mereka membunuh pengembala unta Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan membawa
unta-untanya. Kemudian berita itu pun sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam menjelang siang. Maka beliau mengutus rombongan untuk mengikuti jejak
mereka, ketika matahari telah tinggi, utusan beliau datang dengan membawa
mereka. Beliau lalu memerintahkan agar mereka dihukum, maka tangan dan kaki
mereka dipotong, mata mereka dicongkel, lalu mereka dibuang ke pada pasir yang
panas. Mereka minta minum namun tidak diberi." ( HR Bukhari
dan Muslim )
§ bahwa
berobat itu dalam keadaan darurat, maka hukum berobat dengan air kencing
manusia seperti hukum orang yang terpaksa makan bangkai, sehingga dibolehkan.
§ bahwa makan
racun hukum haram, tetapi berobat dengan racun sudah menjadi kebiasaan
masyarakat, artinya obat yang diminum oleh masyarakat sebenarnya adalah racun,
tetapi masyarakat biasa-biasa saja, tidak ada ulama yang mengingkarinya.
Makanya, kalau minum obat banyak-banyak dan over dosis bisa menyebabkan
kematian. Kalau berobat dengan racun ini saja boleh, tentunya dengan air
kencingpun dibolehkan.
§ Kaidah Fiqh
yang berbunyi:
الحَاجَةُ تُنزلُ مَنزلة الضّرُورَة
“ Kebutuhan itu dianggap sebagai sesuatu yang darurat “
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Allah SWT adalah tuhan yang maha
tahu, maha pengampun dan maha segalanya. Menurunkan penyakit tentu dengan
obatnya, layaknya adanya kebaikan dan keburukan. Berbagai macam dzat dan benda
yang kita tahu adalah haram, namun dalam pandangan lain membolehkan
menggunakanya atau berobat denganya asalkan dalam keadaan darurat dan tidak ada
obat yang halal selain itu. Disamping itu juga eksistensi penyakit yang
diderita ditakutkan akan mengancam jiwa pada diri manusia yang bersangkutan.
Wallahu Alam...
B. Kritik Dan Saran
Dalam makalah ini kiranya masih
terdapat kesalahan dan kekeliruan, maka dari itu penulis sangat mengharapkan
masukan, kritikan, guna menyempurnakan isi dari makalah ini. Guna memperhatikan
segi manfaat yang bisa diamambil oleh generasi selanjutnya, dan pada masa yang
berikutnya.
Wallahulmuwafieq ilaa aqwamithorieq.
Wassalamu alaikum wr...wb...
DAFTAR
PUSTAKA
b. http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/356/hukum-berobat-dengan-air-kencing-manusia/
d. http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2013/09/05/26664/mui-penggunaan-bahan-najis-dalam-obatobatan-hukumnya-haram/#sthash.5A0CROy6.dpbs
e. http://myfiqhkontemporer.blogspot.com/2013/04/bagaimana-hukum-pengobatan-dengan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar